Indonesia Surplus Politisi, defisit Negarawan

Indonesia Surplus Politisi, defisit Negarawan.
Perbedaan antara Negarawan dan Politisi sangat sederhana, tampak didalam tabel yang saya buat dibawah ini

NEGARAWAN VS POLITISI
Memikirkan generasi berikutnya (Next Generation) Memikirkan Pemilu berikutnya (Next Election)
Berkorban utk Next generation Kadang-kadang Mengorbankan Next Generation
Bermental Melayani Bermental minta dilayani
Memikirkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi Memikirkan kepentingan pribadi dan kelompoknya
Berbuat tanpa pamrih menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa gembar-gembor Berbuat dgn mengharapkan imbalan materi, menuntut hak tetapi tidak menjalankan kewajiban
Berpegang teguh pada prinsip, berintegritas tinggi (idealis sekaligus pragmatis) Tidak mempunyai prinsip dan gampang dibeli/disogok (opportunist)
Berani mengaku jika berbuat kesalahan, bahkan bersedia mundur tanpa diminta Merasa Selalu benar dan tidak mau mengaku jika berbuat kesalahan, mempertahankan kekuasaan dengan segala cara
Kekuasaan adalah amanah yg harus dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat Kekuasaan adalah alat untuk memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya
Tidak gila hormat dan jabatan, memberikan kesempatan untuk generasi berikutnya Gila hormat dan selalu ingin disanjung (megalomania)
Non-partisan, merangkul semua golongan Mengutamakan Kepentingan Partai dan golongannya
Down-to-earth, low profile Elitist, angkuh
Berjiwa Nasionalisme luas (patriotist) Berjiwa Nasionalisme sempit (chauvinist)
Berpikir jangka panjang dan jauh ke depan (visioner) Berpikir jangka pendek dan tidak mempunyai visi
Membangun sistem untuk diteruskan penggantinya Membangun dinasti untuk mempertahankan status Quo
Walaupun besok langit akan runtuh, hukum harus ditegakkan Hukum adalah Panglima Memanipulasi hukum untuk kepentingan pribadi. hukum dapat dibeli. Politik adalah panglima
Cara dan tujuan sama-sama penting, harus menjunjung tinggi moral dan etika Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan
Satu kata dan satu tindakan, konsisten Tidak konsisten, kata dan perbuatan bertolak belakang
Menepati janji, membangun kepercayaan Pintar mengobral janji, mengingkari kepercayaan yg diberikan
Bersimpati pada rakyat dan mau mendengarkan serta mencarikan solusi atas permasalahan mereka Mendekati rakyat hanya kalau ada maunya, biasanya dekat-dekat pemilu
Bertindak menurut apa yang benar, walaupun kadang tidak populer Mencari popularitas dan bertindak demi pencitraan

Jadi Sudah jelaskan ? Perbedaan antar keduanya, So… Kedepannya kita pilih Presiden yang Negarawan jangan yg Politisi, agar Indonesia Tidak terpuruk seperti saat ini :)

Wassalam

Bayu Wiryawan

HMI Cabang Tanjungpinang-Bintan

Ibu, 10 Tahun Penjara, 10 Milyar Rupiah

Ibu dituntut kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar 10 milyar Rupiah. Even if I have to let Indonesian Youth Conference go, even if I have to work hard 24/7 to live without having to ask for allowances from my mother… I’m willing to do so.

Sisi lain kasus korupsi Bank Century. Stop korupsi. Jika Anda Korupsi, anda tidak akan mampu menanggung dosa nya. Karena anda harus meminta maaf kepada 229.964.723 rakyat Indonesia beserta anak cucunya. Silahkan membaca isi hati Alanda Kariza… Continue reading “Ibu, 10 Tahun Penjara, 10 Milyar Rupiah”

HMI Terjebak Politik Praktis

Iksan Basoeky*

Setiap tanggal 5 Februari, organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memperingati hari kelahirannya. Kini organisasi yang berdiri di atas semangat keislaman dan ke-Indonesiaan itu memperingati hari kelahirannya yang ke-64 tahun.

HMI merupakan organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia. Ia memiliki peran strategis dalam menegakkan pilar-pilar keislaman sebagai landasan historis sebuah pendirian. Sejak awal berdiri, HMI sudah menisbatkan diri sebagai organisasi yang mempunyai visi dan misi perjuangan mengokohkan nilai-nilai keislaman, kemahasiswaan dan keindonesiaan. Continue reading “HMI Terjebak Politik Praktis”

Mesir: Siapa yang Sesungguhnya Bermain?

Dina Y. Sulaeman

Banyak analisis bermunculan mengomentari situasi terakhir di Mesir. Sedikit berbeda dengan Tunisia (baca tulisan saya sebelumnya: Tunisia Seharusnya Belajar dari Indonesia), dalam menyikapi aksi-aksi demo di Mesir, sejak awal AS sudah terang-terangan menunjukkan sikap. Obama mengaku sudah menelpon Mubarak, memintanya memerhatikan aspirasi rakyat. Wikileaks ikut memanaskan suasana dengan memunculkan informasi bahwa AS menginginkan rezim Mubarak tumbang. Publik digiring untuk percaya bahwa AS berpihak pada para demonstran dan menginginkan tegaknya demokrasi di negeri Nil itu. Bahkan ada yang memperkirakan bahwa AS-lah arsitek kerusuhan di Mesir. Apalagi, tokoh yang naik daun saat ini dan digadang-gadang jadi pengganti Mubarak adalah El Baradei. Jika Anda mengikuti sepak terjang El Baradei saat menjabat Gubernur IAEA, tentunya Anda tahu bahwa dia selalu berpihak pada kepentingan AS dalam menangani nuklir Iran. Lebih lagi, dia adalah salah satu anggota Dewan Pengawas ICG (Internasional Crisis Group), LSM internasional yang didanai George Soros. ICG menyediakan analisis dan saran mengenai berbagai sumber konflik dunia, antara lain, Irak, nuklir Iran, atau Jemaah Islamiah di Indonesia. Apa saja saran yang mereka sampaikan? Bila Anda melihat siapa penyandang dananya, Anda sudah bisa memperkirakan apa target ICG. Continue reading “Mesir: Siapa yang Sesungguhnya Bermain?”

Tunisia Seharusnya Belajar Pada Indonesia

Oleh: Dina Y. Sulaeman

Ben Ali akhirnya tumbang setelah 24 tahun berkuasa, ‘hanya’ oleh demonstrasi rakyat yang terjadi secara spontan. Sungguh sebuah ironi bagi AS. Negara yang mengklaim diri sebagai penegak demokrasi itu telah menggelontorkan dana milyaran dollar untuk proyek yang disebutnya ‘demokratisasi Timur Tengah’ dengan target Afghanistan, Iran, dan Irak. Namun selain kerugian materil yang tak habis-habis, kini AS harus gigit jari menyaksikan bahwa justru negara yang tidak didorongnya untuk berdemokrasi, yaitu Tunisia (mungkin segera menyusul Mesir, serta negara-negara Arab lainnya), malah bangkit menumbangkan penguasa mereka dan menuntut pemerintahan yang demokratis. Kembali terbukti bahwa bagi AS demokratisasi adalah membuka pasar seluas-luasnya bagi korporasi AS. Bila sebuah rezim despotik macam Ben Ali sudah membuat nyaman korporasi, persetan dengan demokrasi. Continue reading “Tunisia Seharusnya Belajar Pada Indonesia”

Ada Apa Dengan Mereka ??? Saling Periksa KPK VS Polri

Melihat isu yang berkembang sat ini, dimana dua institusi yakni KPK dan Polri saling periksa.  Dimana KPK ngusut kasus keterlibatan petinggi Polri soal kasus Bank Century dan pihak Polri ngusut masalah kode etik ketua KPK yang didalamnya ada dua pimpinan KPK yang diduga terlibat.

Mungkin sekilas kita melihat, kedua institusi ini saling serang, ya walaupun ini memang bukan perang antar institusi hukum di Indonesia, tapi opini masyarakat itu selalu beranggapan bahwa dua institusi ini kaya sedang berperang, media pun selalu menulis Polri VS KPK. (kaya main bola, tinju aja ya pakai versus…hehehe)

Kedua institusi hukum ini sebenarnya tengah memertaruhkan kepercayaan dihadapan masyarakat, karena keduanya mendapat tuntutan dari masyarakat, KPK ya pemberantasan korupsinya, Polri pun memberatas teroris. Nah ternyata keduanya punya tugas berat tuh..

Tapi sekarang mereka tengah terlibat “perang”, tapi dibalik ini semua kita bisa sedikit mengambil kesimpulan kalau pertaruhan bahwa hukum ini tetap harus ditegakan, baik itu yang korupsi maupun yang menyalahi peraturan kaya kode etik KPK.

Kalau toh ternyata dari desas desus kasus ini tidak ada yang di hukum atau tidak ada hasil yang status yang jelas diantara keduanya, berarti apa yang terjadi di bidang hukum kita, apakah ini permainan elit, ada deal kah antar keduanya, pengalihan isu kah ini atau ada orang yang kebal hukum di negara hukum ???

Ini masih menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, (tapi gak usah dipikirin serius, ntar penghasilan jadi kurang lagi…hehehehe) yang pasti menurut saya harus ada yang dikorbankan, sebagai pembuktian bahwa Indonesia ini bukan hanya slogan saja negara Hukum, akan tetapi juga hukumnya tegak. Jangan hanya sama pencopet atau pemaling ayam da sandal aja, hukum tuh tegak, tapi untuk para elit juga ya sama dong tegakan hukumnya….

Sebenarnya kita juga patut mengawasi “perang” dua institusi ini, ya setidaknya siapa yang benar-benar salah, dan ingat kita juga harus pandai-pandai kalau-kalau, ada kasus yang lebih heboh dari ini bahkan mungkin bukan kasus korupsi, tapi bom, kebakaran, kelaparan dan peristawa apa saja yang bisa mengalihkan pandangan kita semua akan kasus yang “panas” ini. (Ya walaupun lagi-lagi gak usah dipikirin serius, ntar penghasilan jadi kurang lagi…hehehe).

JK: Saya Tak Tahu Apa yang Dimaksud Presiden

Dear all,

Ada yang menarik dari berita ini, terutama jika dikaitkan dengan keinginan SBY agar JK masih mau membantunya. Ungkapan “minta bantuan” atau “tetap diperlukan pemerintah” juga pernah diungkapkan Pak Harto, waktu Pak Adam Malik mengakhiri masa baktinya sebagai Wapres (1978-1983). Hanya saja konteksnya beda. Pak Adam saat itu masih berpikiran akan dipercaya Pak Harto untuk menjadi wapres lagi. Pak Harto sendiri tak pernah merinci apa yang dimaksud agar “Pak Adam tetap membantu pemerintah.” Makna ungkapan itu makin kabur ketika Pak Umar Wirahadikusumah kemudian terpilih menjadi wapres menggantikan Pak Adam. Kabarnya, Pak Adam sampai sakit gara-gara itu. Gosipnya, para jenderal di sekeliling Pak Harto kurang sreg dengan Pak Adam, yang karena sikap kritisnya seringkali pendapat-pendapatnya terlihat independen. Mungkin kita masih cerita Pak Adam ketika mengatakan kepada almarhum Jenderal Panggabean: “Kasihlah ide lebih banyak kepadaku, jangan hanya alternatif militer belaka.” Kata-kata itu sempat muncul di sela-sela ngomongin persoalan keamanan dalam negeri.

Yang jelas, sampai Pak Ada meninggal, kata-kata Pak Harto agar Pak Adam turut membantu pemerintah tidak pernah terwujud hingga ke tahap impelmentasi tertentu. Tetapi membantu dalam pengertian turut mendukung program pembangunan sudah barang tentu dilakukan Pak Adam, tetapi hanya dalam posisi sebagai warganegara biasa, tanpa kedudukan politik yang strategis sebagaimana dibayangkan akan seperti itu.

Pembanding kedua dalam sejarah Indonesia — meski sama tapi tak sebangun dalam perbandingan ini — adalah tatkala perpecahan antara Bung Karno dan Bung Hatta benar-benar tidak terelakkan, dan berakhir dengan pengunduran diri Bung Hatta pada akhir tahun 1956.

Yang menarik adalah Bung Karno dan Bung Hatta secara personal mengatakan bahwa hubungan pribadi mereka berua tidak terganggu, meski pandangan-pandangan politik keduanya telah berbeda begitu jauh. Karena itu, para pendukung Bung Karno dan Bung Hatta, merancang sebuah acara yang kemudian dikenal dengan Musyawarah Nasional Pembangunan (MUNAP) pada tahun 1957. Acara ini demikian “spektakuler” dan dihadiri oleh semua pejabat tinggi pemerintah baik dari kalangan sipil maupun militer. Pangdam Diponegoro Kolonel Soeharto hadir bersama Gubernur Jawa Tengah Moenadi. Para panglima militer dari daerah yang hadir di MUNAP ada Letkol Ahmad Husein, Letkol Ventje Sumual, Letkol Hidayat, dan beberapa lagi.

Sebuah panitia kecil beranggotakan 10 orang dibentuk untuk melakukan dua hal. Pertma, menyusun langkah-langkah nyata dalam menyatukan dwitunggal Soekarno-Hatta. menyusun semacam draft pernyataan yang akan menjadi piagam penyatuan dwitunggal.

Tetapi Soekarno dan Hatta bukan Yudhoyono dengan Kalla. Setidaknya begitulah perkembangan peristiwa yang terjadi menyusul Munap 1957. Soekarno dan Hatta yang diberi kesempatan untuk berpidato dalam MUNAP 1957 menyatakan bahwa jiwa Proklamasi 17 Agsutus 1945 tidak boleh padam, dan RI akan tetap tegak berdiri betapapun besarnya rintangan yang dihadapi.

Tetapi apakah dwitunggal akan bersatu kembali? Ternyata tidak. Panitia 10 akhirnya menyatakan bahwa dua bapak bangsa itu tidak mungkin bersatu kembali memimpin pemerintahan. Tetapi kegagalan menyatukan dwitunggal ini setidaknya masih terobati, karena Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya bersedia secara bersama menandatangani PIAGAM PROKLAMASI, yang draft-nya disusun oleh Panitia 10 dan disepakati oleh seluruh peserta MUNAP. Piagam itu menegaskan bahwa dwitunggal tetap berpegang teguh dalam jiwa dan semangat Prokalamsi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan akan tetap menjaga dan mempertahankan keutuhan negara Republik Indonesia.

Barangkali, yang lebih menarik adalah melihat bagaimana Bung Karno mengangkat Soetan Sjahrir menjadi penasehat presiden setelah Sjahrir tidak lagi menjadi perdana menteri. Sjahrir menerima pengangkatan itu pada tahun 1947, suatu keputusan yang sebenarnya sulit dimengerti tetapi akhirnya bisa terjadi.

Sebagaimana diketahui, hubungan Sjahrir dengan Soekarno secara pribadi tidak mesra. beberapa kali keduanya terlibat dalam situasi penuh ketegangan, bahkan sejak awal tahun 1930-an selepas Bung Karno dibebaskan dari penjara dan Sjahrir baru sebagai seorang siswa di sebuah sekolah tingkat atas di Bandung. Pada suatu rapat resmi yang digelar oleh orang-orang Pendidikan Nasional Indonesia (PNI), Sjahrir tiba-tiba menginterupsi pidato Bung Karno, dan mengatakan bahwa tidak pantas seorang pemimpin gerakan kemerdekaan “menghardik” siswa puteri yang bertanya dalam vergadering (rapat) saat itu. Soekarno terkesima dengan keberanian remaja bertubuh kecil, berwajah pucat, tetapi tatapan matanya begitu bercahaya.

Ketegangan terjadi kembali ketika Soekarno bersama Sjahrir dan Haji Agussalim diinternir Belanda, di wisma peristirahatan milik perusahaan timah di Pulau Bangka, selepas Agresi Militer Belanda kedua pada 19 Desember 1948. Sjahrir yang menyukai suasana damai, tenang, dan suka melakukan “percikan permenungan” berada satu rumah dengan Soekarno yang flamboyan, penggembira, suka dipuji, dan pada dasarnya megalomania alias ingin terlibat dalam segala hal.

Suasana ini menjadi tidak tertahankan, dan akhirnya pecahlah insiden kamar mandi yang terkenal itu. Kebiasaan Soekarno menyanyi keras-keras jika lagi mandi membuat Sjahrir marah. Begitulah, tatkala menyanyikkan lagu kesayangannya, terjadilah apa yang kemudian terjadi.

One day when we were young
One day in beautiful may
We kiss ….

Soekano demikian semangat menyanyikan lagu itu, sampai kemudian dia berhenti mendadak ketika mendengar Sjahrir berteriak: “Houd Je mound” ( artinya, shut your mouth atawa tutup mulutmu).

Haji Agussalim yang ikut mendengar kata-kata Sjahrir itu ikut terkejut. Betapapun, Soekarno 9 tahun lebih tua dari Sjahrir, dan dalam etika timur jelas sulit dimengerti ucapan Sjahrir. Bertahun-tahun kemudian, setelah Haji Agussalim membuka rahasia peristiwa itu secara terbatas, tetap masih tidak bisa memahami mengapa sampai terjadi begitu. Haji Agussalim sendiri pernah berpolemik dengan Bung Karno dalam surat kabar Pemandangan tentang asas nasionalisme dan Islam . Malahan, Soekarno yang lebih muda 15 tahun dari Salim, memanggil seniornya di dunia gerakan itu dengan panggilan “Saudara Salim” dalam sebuah artikel yang argumentatif, tetapi penuh insinuasi.

Setelah peristiwa itu, hubungan Soekarno dengan Sjahrir menjadi tegang. Apalagi, ketika pemerintah Belanda bermaksud mendatangkan Sjahrir ke Jakarta untuk membuka kemungkinan berunding, Sjahrir menerimanya tanpa meminta persetujuan Soekarno. Sjahrir akhirnya kembali ke Jakarta dan menghirup udara bebas, dan Soekarno mengomentari kejadian itu dengan mengatakan,”Bagaimanapun aku masih seorang presiden. Bagiku ia tidak setia.”

Di tahun 1946, wartawan AS Arnold Brackman sempat dibuat terkejut, ketika dia diajak Sjahrir ke Gedung Agung Jogjakarta untuk bertemu Soekarno karena Arnold ingin mewawancarai Soekarno. Sebelum wawancara dimulai, Sjahrir masuk ke sebuah kamar, dan kemudian keluar bersama orang yang tubuhnya jauh lebih gagah dibanding dirinya, memiliki suara bariton yang khas, dan rambut pada bagian depan kepalanya mulai menipis. Arnold belum tahu kalau itu Soekarno. Dalam situasi yang sangat personal seperti itu, Sjahrir konon memanggil Bung karno sama dengan cara Bung Hatta memanggilnya, yaitu Karno atau kadang no saja. Tetapi yang membuat Arnold bener-bener terkejut adalah ketika keduanya tiba-tiba bicara dengan nada menegang, mendekati saling bentak. Setelah wawancara selesai, Sjahrir menceritakan bahwa dia baru saja berdebat dengan Soekarno soal “Front Bekasi” yang membara. Sjahrir meyakinkan Soekarno bahwa pertempuran yang terjadi di Front Bekasi akan memperkuat kedudukan republik dalam sengketa melawan Belanda. Sebaliknya Soekarno meragukan pandangan semacam itu.

Di awal tahun 1960-an, Arnold Bracman kembali ke Indonesia dan datang menemui Sjahrir. Saat itu, Sjahrir sudah memperkirakan bahwa Soekarno akan makin sulit mengendalikan orang-orang komunis. Sjahrir yang sudah diamati terus gerak-geriknya, akhirnya didatangi Soebandrio, orang yang dulunya tak lain adalah salah satu “anak didik” Sjahrir di PSI, tetapi kemudian berbelok dan menjadi orang kepercayaan Soekarno, bahkan diberi kepercayaan memimpin lembaga intelijen BPI. Dalam pertemuan itu, Soebandrio menawarkan sesuatu kepada Sjahrir, sebuah tawaran yang sebenarnya berasal dari Soekarno. Tetapi Sjahrir tidak merespon kesungguhan Soebandrio. Sjahrir malah hanya terkekeh sambil berkata… “Sudahlah Ban … ”

Soekarno konon marah besar mendengar respon Sjahrir itu. Dan dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu dengan mengatakan bahwa Sjahrir dan beberapa orang merencanakan tindakan makar, maka Sjahrir dibawa ke Rumah Tahanan di Madiun. Padahal, yang disebut pertemuan merencanakan makar itu tak lebih hanyalah ketika Sjahrir dan beberapa orang bertemu di Gianyar untuk menghadiri ngaben dalam rangka pemakaman Raja Gianyar, orangtua mantan Mendagri Dr Ide Anak Agung Gde Agung.

Ketika Sjahrir jatuh sakit, dan beberapa kali jatuh selama di tahanan karena stroke-nya, Soekarno akhirnya dengan alasan kemanusiaan mengijinkan Sjahrir berobat ke Zurich, Swiss. Pengobatan itu tidak berhasil dan akhirnya Sjahrir wafat di Zurich.

Soekarno yang mendengar kematian Sjahrir, tanpa menunggu masukan dari siapapun, langsung mengelkuarkan surat keputusan presiden yang menyatakan bahwa Sjahrir adalah pahlawan nasional, dan dia berhak mendapatkan pemakaman kenegaraan secara militer pada bulan April 1966. Pemakaman itu sendiri menjadi snagat bersejarah, dan membuktikan betapa besarnya karakter Sjahrir. Hampir satu juta rakyat Jakarta turun ke jalan mengiringi jenazahnya. Ketika jenazah tiba di Kalibata, rombongan terakhir pengantar jenazah masih mengular di sekitar bundaran HI.

Pidato Bung Hatta di pemakaman Sjahrir begitu “menggetarkan” … sebuah pidato yang mengritik kelaliman Soekarno. Hanya saja, kali ini Soekarno tidak bisa berbuat apa-apa, karena sebulan sebelum pidato Hatta, Soekarno praktis tidak lagi mengendalikan keadaan, karena telah memberikan Super Semar kepada Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban menyusul pecahnya G 30 S/PKI.

Jadi, kita bisa melihat kembali peristiwa-peristiwa ini untuk “mengukur” apa sesungguhnya yang dimaui oleh SBY, yang JK sendiri mengaku tidak tahu.

Apakah SBY akan mengangkat JK menjadi penasehat presiden?

Mengapa SBY seolah digerakkan oleh semacam “projection of fear” hingga melakukan keputusan-keputusan yang terasa “berlebihan” dalam rangka kepresidenannya yang kedua.

Bukankah belum lama PD ngebet menggandeng PDIP dan Golkar dengan alasan agar terbentuk pemerintahan yang kuat?

Mengapa takut banget sama oposisi yak!

Saya sendiri berdoa, moga Pak Kalla bisa menjalani hari-harinya dengan sehat walafiat setelah usai jadi wapres.

Biarlah padaeng kita ini berkhidmat di dunia sosial, menikmati hari-hari bersama keluarganya, menjadi “penasehat bisnis” bagi anak-anak dan para mitra bisnisnya, dan tidak diganggu-ganggu oleh jabatan publik yang nggak jelas.

Siapa tahu Pak Kalla baca tulisan gue ini.

( berfantasi dikit boleh kan … he he he …)

Segitu saja.

Salam hangat,
credit to Hadiwin

Produser Program OASIS Metrotv, Mantan Ketum HMI Cabang Jember

Munir Menagih Janji

Akankah Dalang Pembunuh Munir Bisa Diungkap?
Akankah Dalang Pembunuh Munir Bisa Diungkap?

Tidak terasa lima tahun sudah kepergian mendiang Cak Munir. Awal-awal kepergiannya membuat semua orang tak percaya, obor pergerakan masyarakat itu ternyata pergi selama dan tak akan kembali raganya.

Berawal ketika hendak menimba ilmu di Universitas Utrecht Belanda, di perjalan antara Jakarta-Amsterdam dan transit di Singapura, Munir meninggal dunia. Berdasarkan hasil visum, ada kandungan racun arsenik yang begitu mematikan. Munir dibunuh dalam penerbangan menggunakan pesawat Garuda Indonesia.

Sang aktivis pembela Hak Asasi Manusia dan pembela kaum yang sengaja diculik atau dihilangkan itu dikenal begitu berseberangan mulai dari zaman orde baru.

Munir selama ini juga diketahui berseberangan dengan tentara. Meski, dari acara Kick Andy semalam (6/9) diketahui bahwa ternyata tidak hanya orang sipil yang dibela munir melainkan juga pihak militer maupun keluarga tentara/polisi.

Selepas kepergian Munir, proses hukum terus dilakukan ketika diketahui kematiannya diracun. Seorang pilot paruh waktu Garuda Indonesia sempat duduk di kursi pesakitan di pengadilan. Pun demikian dengan pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN), tapi kini keduanya sudah menghirup udara bebas.

Publik mencatat, betapa SBY, ketika awal terpilih menjadi presiden periode pertama (2004-2009) berjanji akan menuntaskan kasus Munir. Namun, hingga kini kasus Munir masih menggantung di awan kelabuh.

Lima tahun perjalanan pemerintahan SBY yang kedua, publik harus menagih janji itu. Apakah sang jenderal ini bisa menepati janjinya untuk menuntaskan kasus HAM Munir.

Jangan sampai publik hanya merasakan greget janji itu di awal-awal pemerintahan ataupun sewaktu kampanye semata. Janji harus ditepati.

Agama (Islam) mengajarkan, janganlah umat ini menjadi orang munafik, di mana salah satu cirinya adalah bila berjanji mengingkari.

Akankah janji itu akan tertunai? Kita tunggu saja.

Posisi Masyarakat Dalam Pemilu ( Ruang Kontestasi)

Masyarakat adalah kumpulan individu yang mempunyai tujuan sama dan menyepakati suatu ikatan struktur tertentu demi mencapai tujuan bersama tersebut. Ikatan itu bersifat resmi dan formal kelembagaan.Yang terbentuk dari hasil kesepakatan bersama itu banyak macamnya yaitu suku, bani, kaum, negara dan lain-lain. Di tulisan ini bentuk Negara yang akan dibahas.

Sebagaimana dikatakan diatas bahwa Negara terbentuk karena adanya kesepakatan antar warga untuk membentuk suatu lembaga yang memperjuangkan tujuan bersama secara efektif dan tidak menyimpang. Setelah terbentuknya Negara maka pasti dipilih seorang pemimpin yang dapat mengawal Negara tersebut. Berbagai macam cara digunakan berbagai kelompok manusia , salah satunya adalah demokrasi. Dalam sisitem demokrasi trias politica suara rakyat adalah factor mutlak yang menentukan arah dan kebijakan2 negara termasuk didalamnya peran menentukan siapa yang akan memimpin Negara ini termasuk wakil-wakilnya di parlemen. Disamping itu didalam demokrasi juga terdapat 4 unsur yang utuh dan saling terikat(integral) yaitu :

Continue reading “Posisi Masyarakat Dalam Pemilu ( Ruang Kontestasi)”

Mainkan Politik yang Arif

Wapres Jusuf Kalla Menyambut Akbar Tanjung ketika Buka Puasa Bersama di Kantor Wapres (1/9)
Wapres Jusuf Kalla Menyambut Akbar Tanjung ketika Buka Puasa Bersama di Kantor Wapres (1/9)

Membaca berita Media Indonesia hari ini, Kamis (3/9), kembali publik dipertontonkan betapa politikus kita kurang menjunjung tinggi moral maupun etika berpolitik. Apalagi politikus tersebut ditengarai merupakan anggota dari KAHMI.

Decak keheranan mulai terasa sejak ada pemberitaan di sejumlah media massa tanah air sesaat setelah pengumuman pemenang pemilihan presiden-wakil presiden beberapa waktu lalu. Ketika itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga menjadi salah satu kandidat Presiden 2009-2014 dalam melaksanakan tugas kenegaraan seolah mulai dijauhi oleh para menteri.

Kondisi tersebut sepertinya berulang kembali. Malah, ketika rapat-rapat pemerintahan di Kantor Wakil Presiden, ada saja menteri yang berhalangan hadir. Penulis tidak ingin menyebut siapa menteri maupun acaranya agar tidak menimbulkan perdebatan. Apalagi bila tidak cross check terhadap yang bersangkutan.

Ketika acara buka puasa bersama KAHMI (Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) di kantor Wakil Presiden (1/9), para menteri yang menjadi anggota KAHMI atau dahulu aktif di HMI, terlihat hanya dua orang saja yang hadir, Fahmi Idris dan M.S. Kaban.

Seperti diungkap Fahmi Idris pada wartawan Media Indonesia, ia merasa heran mengapa menteri lain yang berasal dari KAHMI tidak hadir. Setahu Fahmi, Andi Mattalatta dan Sofyan Djalil juga berasal dari HMI, tapi ketika itu tidak hadir meski telah diundang.

Meski dalam tulisan yang diturunkan Media Indonesia itu Andi dan Sofyan sama-sama beralibi karena ada kesibukan masing-masing, tapi secara etika politik kejadian itu tentu bisa dihindari. Apalagi mereka sempat dibesarkan oleh HMI ataupun KAHMI.

Suasana itu tentu semakin memperlihatkan betapa ambisi politik dari masing-masing pihak selama ini. Wajar saja bila ada yang berpendapat bahwa ada beberapa pihak (baca:anggota kabinet) yang opportunis. Ketika angin ada di JK, ramai-ramai mendekat ke Ketua Partai Golkar ini. Tapi, setelah arah angin berubah, mereka pun ikut berpaling.

Penulis berharap agar pasangan presiden-wakil presiden terpilih benar-benar memakai mata hati dalam memilih para pembantunya di kabinet. Jangan sampai kaum opportunis dipilih. Jangan pula menteri yang hanya beberapa hari dalam sebulan nongol di kantor dipilih kembali.

Pak Esbeye, semoga kelah bapak juga tidak ditinggalkan ketika orang-orang terdekat anda saat ini lima tahun mendatang sudah tidak mau berada di samping Bapak. Bila tidak ada perubahan UUD 1945 dan UU Pemilihan Presiden, tentu presiden kita kali ini tidak bisa dipilih lagi untuk ketiga kalinya. Dengan demikian, orang-orang dekatnya pun ‘bisa” saja sudah mengambil kuda-kuda dan skenario untuk mempersiapkan diri lima tahun mendatang.