Indonesia Surplus Politisi, defisit Negarawan

Indonesia Surplus Politisi, defisit Negarawan.
Perbedaan antara Negarawan dan Politisi sangat sederhana, tampak didalam tabel yang saya buat dibawah ini

NEGARAWAN VS POLITISI
Memikirkan generasi berikutnya (Next Generation) Memikirkan Pemilu berikutnya (Next Election)
Berkorban utk Next generation Kadang-kadang Mengorbankan Next Generation
Bermental Melayani Bermental minta dilayani
Memikirkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi Memikirkan kepentingan pribadi dan kelompoknya
Berbuat tanpa pamrih menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa gembar-gembor Berbuat dgn mengharapkan imbalan materi, menuntut hak tetapi tidak menjalankan kewajiban
Berpegang teguh pada prinsip, berintegritas tinggi (idealis sekaligus pragmatis) Tidak mempunyai prinsip dan gampang dibeli/disogok (opportunist)
Berani mengaku jika berbuat kesalahan, bahkan bersedia mundur tanpa diminta Merasa Selalu benar dan tidak mau mengaku jika berbuat kesalahan, mempertahankan kekuasaan dengan segala cara
Kekuasaan adalah amanah yg harus dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat Kekuasaan adalah alat untuk memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya
Tidak gila hormat dan jabatan, memberikan kesempatan untuk generasi berikutnya Gila hormat dan selalu ingin disanjung (megalomania)
Non-partisan, merangkul semua golongan Mengutamakan Kepentingan Partai dan golongannya
Down-to-earth, low profile Elitist, angkuh
Berjiwa Nasionalisme luas (patriotist) Berjiwa Nasionalisme sempit (chauvinist)
Berpikir jangka panjang dan jauh ke depan (visioner) Berpikir jangka pendek dan tidak mempunyai visi
Membangun sistem untuk diteruskan penggantinya Membangun dinasti untuk mempertahankan status Quo
Walaupun besok langit akan runtuh, hukum harus ditegakkan Hukum adalah Panglima Memanipulasi hukum untuk kepentingan pribadi. hukum dapat dibeli. Politik adalah panglima
Cara dan tujuan sama-sama penting, harus menjunjung tinggi moral dan etika Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan
Satu kata dan satu tindakan, konsisten Tidak konsisten, kata dan perbuatan bertolak belakang
Menepati janji, membangun kepercayaan Pintar mengobral janji, mengingkari kepercayaan yg diberikan
Bersimpati pada rakyat dan mau mendengarkan serta mencarikan solusi atas permasalahan mereka Mendekati rakyat hanya kalau ada maunya, biasanya dekat-dekat pemilu
Bertindak menurut apa yang benar, walaupun kadang tidak populer Mencari popularitas dan bertindak demi pencitraan

Jadi Sudah jelaskan ? Perbedaan antar keduanya, So… Kedepannya kita pilih Presiden yang Negarawan jangan yg Politisi, agar Indonesia Tidak terpuruk seperti saat ini :)

Wassalam

Bayu Wiryawan

HMI Cabang Tanjungpinang-Bintan

Dipenjara karena Ngecharge HP

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Aguswandi  Tanjung (57), terancam dipenjara gara-gara men-charge di ruang publik di Apartemen ITC Roxy Mas, Jakarta Pusat.

Aguswandi dituduh mencuri listrik karena men-charge telepon genggamnya di ruang publik di Mal/Apartemen ITC Roxy Mas. Dia terpaksa numpang ngecharge di tempat tersebut lantaran listrik ke unitnya telah diputus oleh pengelola apartemen. Pemutusan itu buntut dari perseteruan Aguswandi dengan pengelola gedung.

Aguswandi ditangkap aparat Polsektro Gambir, Jakarta Pusat, 8 September 2009 pukul 23.00. Dia lalu dijebloskan ke batik jeruji besi dan hingga kemarin masih meringkuk di sana.
Aguswandi lantas mempraperadilankan Polsektro Gambir. Sidang praperadilan digelar Senin (26/10) siang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasilnya, hakim membenarkan penangkapan Aguswandi.

“Penangkapan terhadap Aguswandi sudah sah dan sesuai prosedur. Jadi tuntutan itu ditolak seluruhnya,” kata hakim tunggal Marsudi Nainggolan. Dengan demikian, sidang perkara pencurian listrik dengan terdakwa Aguswandi akan tetap digelar.

Penasihat hukum Aguswandi, Vera T Tobing, kecewa dengan putusan hakim tersebut. Menurut dia, Aguswandi ditangkap dengan semena-mena. “Polisi menangkap  Aguswandi terlebih dulu, baru memintai keterangan dari pelapor (pengelola Apartemen ITC Roxy Mas, PT Jakarta Sinar Intertrade) dan sejumlah saksi. Ini tidak sesuai dengan perundang-undangan,” katanya.

Selain itu, surat penangkapan Aguswandi tidak ditembuskan kepada keluarganya. Padahal, Pasal 18 KUHAP menyatakan surat penangkapan harus diberikan kepada pihak keluarga. “Surat penangkapan itu baru diberikan kepada kami seusai sidang pertama pada 21 Oktober 2009,” tutur Vera.

Pada surat perpanjangan penahanan Aguswandi, polisi menyatakan perpanjangan penahanan dilakukan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). “Padahal seharusnya perpanjangan penahanan berdasarkan KUHAP. Tetapi hakim menerima alasan polisi bahwa itu sebuah salah ketik,” ujar Vera.

Aguswandi telah dua kali mengalami perpanjangan masa penahanan, yakni pada 29 September dan 18 Oktober.

Pasal tambahan

Vera juga mempersoalkan tambahan pasal pada surat dakwaan terhadap Aguswandi, yakni Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 20/2002 tentang Ketenagalistrikan yang berbunyi setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan maksud memanfaatkan secara melawan hukum, dipidana karena melakukan pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

“Penggunaan Pasal 60 Ayat (1) UU Ketenagalistrikan sangat aneh karena penggunaan arus listrik di surau apartemen dibayar oleh para penghuni melalui pengelola apartemen. Karena Aguswandi penghuni yang sah di Apartemen ITC Roxy Mas, dia berhak menggunakan arus listtik yang terpasang di situ. Lagi pula pema nfaatannya untuk men-charge hand phone miliknya sama sekali tidak bersifat melawan hukum,” tandas Vera.

Oleh karena itu, Vera berencana mengadu ke Komisi Yudisial. Sementara itu Kanitreskrim Polsektro Gambir, Iptu Suhendar, menjelaskan putusan hakim pada sidang praperadilan itu itu membuktikan bahwa tindakan pihaknya telah sesuai prosedur hukum. “Kami melakukan tindakan yang benar. Kami menangkap Aguswandi dengan dilengkapi surat penahanan,” katanya.

Suhendar membantah tudingan yang menyebutkan polisi menangkap Aguswandilebih dulu baru memeriksa pelapor (pengelola apartemen) dan sejumlah saksi. “Sebelum hari dia ditangkap, kami telah menerima laporan dari pengelola apartemen. Lalu kami membuat surat penangkapan,” katanya. Suhendar juga membantah tudingan bahwa penyidik main mata dengan pengelola Apartemen ITC Roxy Mas.

Hak penghuni

Vera Tobing menduga kriminalisasi Aguswandi terkait dengan perseteruan antara kliennya itu dengan PT Jakarta Sinar Intertrade (pengelola) dan PT Duta Pertiwi Tbk (developer) Apartemen Roxy Mas. Selama sembilan tahun terakhir, Aguswandi gigih memperjuangkan hak-hak penghuni selaku konsumen apartemen itu.

Vera mengatakan, konflik antara pengelola dan penghuni apartemen meliputi beberapa hal, di antaranya perubahan kepemilikian dan/atau penguasaan benda bersama dan bagian bersama pada Apartemen ITC Roxy Mas oleh PT Duta Pertiwi tanpa seizin penghuni serta perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Apartemen ITC Roxy Mas menjadi atas nama PT Duta Pertiwi Tbk. Sebelumnya, apartemen itu berstatus strata title (setiap penghuni apartemen memiliki hak yang sama atas tanah lokasi apartemen).

Selain itu, Aguswandi dkk juga menolak kenaikan Maya pengelolaan gedung atau service charge dari Rp 7.000 menjadi Rp 8.200 per meter persegi (apartemen) dan dari Rp 41.500 menjadi Rp 52.000 per meter persegi (kios). Agus menganggap penaikan itu keputusan sepihak dari pengelola. Penolakan ini ditanggapi dengan pemutusan aliran listrik ke kios milik Aguswandi dkk.

Menurut anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, polisi seharusnya hati-hati dalam menerapkan pasal pencurian terhadap seseorang yang men-charge handphone-nya. “Harus dilihat dulu, dia men-charge HP-nya di fasilitas publik atau bukan. Kalau dia penghuni, dia pasti punya hak untuk mendapatkan fasilitas umum,” ujarnya, semalam.

“Kecuali jika dia bukan penghuni, orang luar yang tahu-tahu masuk ke apartemen hanya untuk men-charge HP, mungkin bisa dikenakan pasal pencurian,” tambah Sudaryatmo.

Perseteruan Aguswandi dengan pengelola apartemen ini mirip dengan perseteruan Khoe Seng Seng alias Aseng (44) melawan pengelola ITC Manggadua. Aseng dkk memprotes PT Duta Pertiwi Tbk, pengembang ITC Manggadua, lantaran merasa dikibuli karena sertifikat HGB pusat perbelanjaan itu diduga diubah sepihak.

Aseng menumpahkan kekecewaannya kepada PT Duta Pertiwi Tbk dalam surat pembaca di media massa nasional. Tapi apa lacur, Aseng justru diadukan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama balk. Pada pertengahan Juli lalu, Aseng dijatuhi hukuman enam bulan penjara dalam masa percobaan satu tahun di PN Jakarta Timur. (Warta Kota/get/sab)

Munir Menagih Janji

Akankah Dalang Pembunuh Munir Bisa Diungkap?
Akankah Dalang Pembunuh Munir Bisa Diungkap?

Tidak terasa lima tahun sudah kepergian mendiang Cak Munir. Awal-awal kepergiannya membuat semua orang tak percaya, obor pergerakan masyarakat itu ternyata pergi selama dan tak akan kembali raganya.

Berawal ketika hendak menimba ilmu di Universitas Utrecht Belanda, di perjalan antara Jakarta-Amsterdam dan transit di Singapura, Munir meninggal dunia. Berdasarkan hasil visum, ada kandungan racun arsenik yang begitu mematikan. Munir dibunuh dalam penerbangan menggunakan pesawat Garuda Indonesia.

Sang aktivis pembela Hak Asasi Manusia dan pembela kaum yang sengaja diculik atau dihilangkan itu dikenal begitu berseberangan mulai dari zaman orde baru.

Munir selama ini juga diketahui berseberangan dengan tentara. Meski, dari acara Kick Andy semalam (6/9) diketahui bahwa ternyata tidak hanya orang sipil yang dibela munir melainkan juga pihak militer maupun keluarga tentara/polisi.

Selepas kepergian Munir, proses hukum terus dilakukan ketika diketahui kematiannya diracun. Seorang pilot paruh waktu Garuda Indonesia sempat duduk di kursi pesakitan di pengadilan. Pun demikian dengan pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN), tapi kini keduanya sudah menghirup udara bebas.

Publik mencatat, betapa SBY, ketika awal terpilih menjadi presiden periode pertama (2004-2009) berjanji akan menuntaskan kasus Munir. Namun, hingga kini kasus Munir masih menggantung di awan kelabuh.

Lima tahun perjalanan pemerintahan SBY yang kedua, publik harus menagih janji itu. Apakah sang jenderal ini bisa menepati janjinya untuk menuntaskan kasus HAM Munir.

Jangan sampai publik hanya merasakan greget janji itu di awal-awal pemerintahan ataupun sewaktu kampanye semata. Janji harus ditepati.

Agama (Islam) mengajarkan, janganlah umat ini menjadi orang munafik, di mana salah satu cirinya adalah bila berjanji mengingkari.

Akankah janji itu akan tertunai? Kita tunggu saja.

SE Mendagri Malah Menyuburkan Korupsi?

Demo KorupsiMenyimak beberapa pemberitaan di media massa nasional soal Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 555/3032/SJ yang intinya surat itu membatalkan SE Nomor 700/08/SJ, ditengarai malah akan semakin menyuburkan korupsi. Hal ini dikarenakan, SE yang terbaru itu malah menganulir SE sebelumnya yang telah meminta bila sampai batas waktu yang ditetapkan, pimpinan dan anggota DPRD yang belum juga melunasi penyelesaian pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Bantuan Penunjang Operasional (BPO) maka akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum.

SE Mendagri yang baru itu juga dinilai berpotensi merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Di samping itu, surat itu juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Disinyalir, SE Nomor 555/3032/SJ tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.

Adalah Koalisi Gerakan Tuntut Pengembalian Tunjangan (Gugat), yang terdiri dari Indonesia Budget Center (IBC), Initiative Institute, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Transparency International Indonesia (TII) yang menilai SE Mendagri yang baru itu malah akan mengakibatkan kerugian keuangan negara dan menyuburkan korupsi.

Gugat pun kemudian mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur Menteri Dalam Negeri Mardiyanto karena surat edaran (SE) itu dipandang melampaui kewenangannya dan mengantarkan Presiden pada posisi yang berbahaya.

Fahmi Badoh dari ICW membeberkan isi SE Mendagri Nomor 700/08/SJ poin 3 yang menyebutkan, “Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Mendagri Nomor 21 Tahun 2007, pimpinan dan anggota DPRD yang belum juga melunasi penyelesaian pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Bantuan Penunjang Operasional (BPO) akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum.”

Hingga kini banyak anggota DPRD yang belum mengembalikan dana TKI dan BPO ini. PP No 21/2007 mensyaratkan pengembalian paling lambat satu bulan menjelang habis masa jabatan. Jika tidak, anggota DPRD yang belum mengembalikan akan dikenai sanksi pidana. Tetapi, justru di SE Mendagri No 555/2009, sanksi pidana ditiadakan. Ini pelanggaran hukum karena tidak menempatkan SE semestinya.

SE Mendagri itu dinilai melanggar PP No 21/2007, Permendagri No 21/2007, dan UU No 10/2004.

Berdasarkan analisa dari ICW sebagaimana diutarakan Fahmi Badoh, SE Mendagri tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti dimaksud UU No 10/2004. Oleh karenanya SE tidak memiliki kekuatan hukum, apalagi bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Berbicara soal kerugian, SE Mendagri No 555/2009 dapat mengakibatkan negara mengalami kerugian Rp1,4 triliun per tahunnya.  Bila dihitung secara matematis, selama tiga tahun negara berpotensi merugi Rp5,84 triliun. Luar biasa!!!!

SE Mendagri itu juga kontraproduktif dengan misi Presiden SBY dalam memberantas korupsi. Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kesempatan, termasuk sewaktu kampanye, pemberantasan korupsi merupakan hal yang diagungkan oleh SBY.

Entah karena tekanan politik atau kealfaan, tapi yang jelas SE Mendagri tersebut menimbulkan tanya besar. Apalagi nama Mardiyanto merupakan salah satu nama yang digadang masuk dalam kabinet SBY-Boediono 2009-2014.

Kebijakan kontraproduktif dalam hal pemberantasan korupsi sepertinya tidak kali ini saja. Publik tentunya masih ingat ketika ada wacana untuk melakukan supervisi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juga akan dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, meski akhirnya dibatalkan.

Akankah SE Mendagri ini akan diluruskan lagi? Kita tunggu saja.

Mainkan Politik yang Arif

Wapres Jusuf Kalla Menyambut Akbar Tanjung ketika Buka Puasa Bersama di Kantor Wapres (1/9)
Wapres Jusuf Kalla Menyambut Akbar Tanjung ketika Buka Puasa Bersama di Kantor Wapres (1/9)

Membaca berita Media Indonesia hari ini, Kamis (3/9), kembali publik dipertontonkan betapa politikus kita kurang menjunjung tinggi moral maupun etika berpolitik. Apalagi politikus tersebut ditengarai merupakan anggota dari KAHMI.

Decak keheranan mulai terasa sejak ada pemberitaan di sejumlah media massa tanah air sesaat setelah pengumuman pemenang pemilihan presiden-wakil presiden beberapa waktu lalu. Ketika itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga menjadi salah satu kandidat Presiden 2009-2014 dalam melaksanakan tugas kenegaraan seolah mulai dijauhi oleh para menteri.

Kondisi tersebut sepertinya berulang kembali. Malah, ketika rapat-rapat pemerintahan di Kantor Wakil Presiden, ada saja menteri yang berhalangan hadir. Penulis tidak ingin menyebut siapa menteri maupun acaranya agar tidak menimbulkan perdebatan. Apalagi bila tidak cross check terhadap yang bersangkutan.

Ketika acara buka puasa bersama KAHMI (Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) di kantor Wakil Presiden (1/9), para menteri yang menjadi anggota KAHMI atau dahulu aktif di HMI, terlihat hanya dua orang saja yang hadir, Fahmi Idris dan M.S. Kaban.

Seperti diungkap Fahmi Idris pada wartawan Media Indonesia, ia merasa heran mengapa menteri lain yang berasal dari KAHMI tidak hadir. Setahu Fahmi, Andi Mattalatta dan Sofyan Djalil juga berasal dari HMI, tapi ketika itu tidak hadir meski telah diundang.

Meski dalam tulisan yang diturunkan Media Indonesia itu Andi dan Sofyan sama-sama beralibi karena ada kesibukan masing-masing, tapi secara etika politik kejadian itu tentu bisa dihindari. Apalagi mereka sempat dibesarkan oleh HMI ataupun KAHMI.

Suasana itu tentu semakin memperlihatkan betapa ambisi politik dari masing-masing pihak selama ini. Wajar saja bila ada yang berpendapat bahwa ada beberapa pihak (baca:anggota kabinet) yang opportunis. Ketika angin ada di JK, ramai-ramai mendekat ke Ketua Partai Golkar ini. Tapi, setelah arah angin berubah, mereka pun ikut berpaling.

Penulis berharap agar pasangan presiden-wakil presiden terpilih benar-benar memakai mata hati dalam memilih para pembantunya di kabinet. Jangan sampai kaum opportunis dipilih. Jangan pula menteri yang hanya beberapa hari dalam sebulan nongol di kantor dipilih kembali.

Pak Esbeye, semoga kelah bapak juga tidak ditinggalkan ketika orang-orang terdekat anda saat ini lima tahun mendatang sudah tidak mau berada di samping Bapak. Bila tidak ada perubahan UUD 1945 dan UU Pemilihan Presiden, tentu presiden kita kali ini tidak bisa dipilih lagi untuk ketiga kalinya. Dengan demikian, orang-orang dekatnya pun ‘bisa” saja sudah mengambil kuda-kuda dan skenario untuk mempersiapkan diri lima tahun mendatang.