Dipenjara karena Ngecharge HP

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Aguswandi  Tanjung (57), terancam dipenjara gara-gara men-charge di ruang publik di Apartemen ITC Roxy Mas, Jakarta Pusat.

Aguswandi dituduh mencuri listrik karena men-charge telepon genggamnya di ruang publik di Mal/Apartemen ITC Roxy Mas. Dia terpaksa numpang ngecharge di tempat tersebut lantaran listrik ke unitnya telah diputus oleh pengelola apartemen. Pemutusan itu buntut dari perseteruan Aguswandi dengan pengelola gedung.

Aguswandi ditangkap aparat Polsektro Gambir, Jakarta Pusat, 8 September 2009 pukul 23.00. Dia lalu dijebloskan ke batik jeruji besi dan hingga kemarin masih meringkuk di sana.
Aguswandi lantas mempraperadilankan Polsektro Gambir. Sidang praperadilan digelar Senin (26/10) siang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasilnya, hakim membenarkan penangkapan Aguswandi.

“Penangkapan terhadap Aguswandi sudah sah dan sesuai prosedur. Jadi tuntutan itu ditolak seluruhnya,” kata hakim tunggal Marsudi Nainggolan. Dengan demikian, sidang perkara pencurian listrik dengan terdakwa Aguswandi akan tetap digelar.

Penasihat hukum Aguswandi, Vera T Tobing, kecewa dengan putusan hakim tersebut. Menurut dia, Aguswandi ditangkap dengan semena-mena. “Polisi menangkap  Aguswandi terlebih dulu, baru memintai keterangan dari pelapor (pengelola Apartemen ITC Roxy Mas, PT Jakarta Sinar Intertrade) dan sejumlah saksi. Ini tidak sesuai dengan perundang-undangan,” katanya.

Selain itu, surat penangkapan Aguswandi tidak ditembuskan kepada keluarganya. Padahal, Pasal 18 KUHAP menyatakan surat penangkapan harus diberikan kepada pihak keluarga. “Surat penangkapan itu baru diberikan kepada kami seusai sidang pertama pada 21 Oktober 2009,” tutur Vera.

Pada surat perpanjangan penahanan Aguswandi, polisi menyatakan perpanjangan penahanan dilakukan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). “Padahal seharusnya perpanjangan penahanan berdasarkan KUHAP. Tetapi hakim menerima alasan polisi bahwa itu sebuah salah ketik,” ujar Vera.

Aguswandi telah dua kali mengalami perpanjangan masa penahanan, yakni pada 29 September dan 18 Oktober.

Pasal tambahan

Vera juga mempersoalkan tambahan pasal pada surat dakwaan terhadap Aguswandi, yakni Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 20/2002 tentang Ketenagalistrikan yang berbunyi setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan maksud memanfaatkan secara melawan hukum, dipidana karena melakukan pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

“Penggunaan Pasal 60 Ayat (1) UU Ketenagalistrikan sangat aneh karena penggunaan arus listrik di surau apartemen dibayar oleh para penghuni melalui pengelola apartemen. Karena Aguswandi penghuni yang sah di Apartemen ITC Roxy Mas, dia berhak menggunakan arus listtik yang terpasang di situ. Lagi pula pema nfaatannya untuk men-charge hand phone miliknya sama sekali tidak bersifat melawan hukum,” tandas Vera.

Oleh karena itu, Vera berencana mengadu ke Komisi Yudisial. Sementara itu Kanitreskrim Polsektro Gambir, Iptu Suhendar, menjelaskan putusan hakim pada sidang praperadilan itu itu membuktikan bahwa tindakan pihaknya telah sesuai prosedur hukum. “Kami melakukan tindakan yang benar. Kami menangkap Aguswandi dengan dilengkapi surat penahanan,” katanya.

Suhendar membantah tudingan yang menyebutkan polisi menangkap Aguswandilebih dulu baru memeriksa pelapor (pengelola apartemen) dan sejumlah saksi. “Sebelum hari dia ditangkap, kami telah menerima laporan dari pengelola apartemen. Lalu kami membuat surat penangkapan,” katanya. Suhendar juga membantah tudingan bahwa penyidik main mata dengan pengelola Apartemen ITC Roxy Mas.

Hak penghuni

Vera Tobing menduga kriminalisasi Aguswandi terkait dengan perseteruan antara kliennya itu dengan PT Jakarta Sinar Intertrade (pengelola) dan PT Duta Pertiwi Tbk (developer) Apartemen Roxy Mas. Selama sembilan tahun terakhir, Aguswandi gigih memperjuangkan hak-hak penghuni selaku konsumen apartemen itu.

Vera mengatakan, konflik antara pengelola dan penghuni apartemen meliputi beberapa hal, di antaranya perubahan kepemilikian dan/atau penguasaan benda bersama dan bagian bersama pada Apartemen ITC Roxy Mas oleh PT Duta Pertiwi tanpa seizin penghuni serta perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Apartemen ITC Roxy Mas menjadi atas nama PT Duta Pertiwi Tbk. Sebelumnya, apartemen itu berstatus strata title (setiap penghuni apartemen memiliki hak yang sama atas tanah lokasi apartemen).

Selain itu, Aguswandi dkk juga menolak kenaikan Maya pengelolaan gedung atau service charge dari Rp 7.000 menjadi Rp 8.200 per meter persegi (apartemen) dan dari Rp 41.500 menjadi Rp 52.000 per meter persegi (kios). Agus menganggap penaikan itu keputusan sepihak dari pengelola. Penolakan ini ditanggapi dengan pemutusan aliran listrik ke kios milik Aguswandi dkk.

Menurut anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, polisi seharusnya hati-hati dalam menerapkan pasal pencurian terhadap seseorang yang men-charge handphone-nya. “Harus dilihat dulu, dia men-charge HP-nya di fasilitas publik atau bukan. Kalau dia penghuni, dia pasti punya hak untuk mendapatkan fasilitas umum,” ujarnya, semalam.

“Kecuali jika dia bukan penghuni, orang luar yang tahu-tahu masuk ke apartemen hanya untuk men-charge HP, mungkin bisa dikenakan pasal pencurian,” tambah Sudaryatmo.

Perseteruan Aguswandi dengan pengelola apartemen ini mirip dengan perseteruan Khoe Seng Seng alias Aseng (44) melawan pengelola ITC Manggadua. Aseng dkk memprotes PT Duta Pertiwi Tbk, pengembang ITC Manggadua, lantaran merasa dikibuli karena sertifikat HGB pusat perbelanjaan itu diduga diubah sepihak.

Aseng menumpahkan kekecewaannya kepada PT Duta Pertiwi Tbk dalam surat pembaca di media massa nasional. Tapi apa lacur, Aseng justru diadukan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama balk. Pada pertengahan Juli lalu, Aseng dijatuhi hukuman enam bulan penjara dalam masa percobaan satu tahun di PN Jakarta Timur. (Warta Kota/get/sab)

Polisi Tangkapi Demonstran Anti Pelantikan SBY-Boediono di Surakarta

TEMPO Interaktif, Surakarta – Pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono Selasa (20/10) disambut dengan dua aksi demo oleh dua kelompok mahasiswa di Surakarta. Polisi sempat menangkapi salah satu kelompok mahasiswa yang melakukan unjuk rasa karena dianggap tidak berijin.

Sebelumnya, puluhan aparat dari Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta telah berjaga di bundaran Gladak Surakarta. Tak lama kemudian, puluhan mahasiswa yang menamakan diri Forum Mahasiswa Solo Raya turun dari bus kota yang ditumpangi. Mereka membawa beberapa buah spanduk dan megaphone. Tidak menunggu lama, polisi langsung menangkap mahasiswa tersebut dan diangkut dengan sebuah truk dalmas.

“Kegiatan mereka tidak disertai ijin,” kata Kepala Satuan Intel dan Keamanan Poltabes Surakarta, Kompol Jaka Wibawa. Menurutnya, polisi tidak akan menahan para peserta aksi tersebut. “Mereka hanya dibawa ke kantor untuk didata,” kata Jaka.

Sedangkan para peserta aksi demo membantah jika kegiatan mereka tidak disertai pemberitahuan. “Kita sudah memberikan pemberitahuan secara lisan,” kata Koordinator Lapangan, Al Ikhlas Kurniawan Salam. Dirinya justru heran polisi menangkap mereka sebelum aksi demo mulai dilakukan.

Para mahasiswa gabungan beberapa kampus tersebut diangkut ke Poltabes Surakarta untuk didata. Setelah pendataan usai, mereka segera dilepas. Bukannya pulang, para mahasiswa tersebut justru kembali menggelar unjuk rasa di depan Poltabes Surakarta. Hanya saja aksi mereka tidak disertai dengan spanduk dan megaphone, karena disita oleh polisi.

Namun baru beberapa saat menggelar orasi, lagi-lagi aparat segera menangkapi para demonstran dan menaikkannya ke dalam truk dalmas. Kali ini para mahasiswa diangkut untuk dikembalikan ke Universitas Sebelas Maret Surakarta, sebagai tempat pemberangkatan mereka.

Sementara itu, puluhan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (Badko) Jawa Tengah dan Yogyakarta juga menggelar aksi di bundaran Gladak. Bedanya, aksi tersebut dibiarkan oleh polisi karena telah disertai dengan ijin.

“Aksi kami bukan untuk menolak pelantikan presiden,” kata Ketua HMI Badko Jawa Tengah dan Yogyakarta, Rahmad Winarto. Menurutnya, aksi tersebut dimaksudkan untuk mengawal janji-janji Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono selama masa kampanye. “Jika dalam 100 hari mereka tidak membuat gebrakan, kita akan kembali turun ke jalan,” katanya.

Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/10/20/brk,20091020-203535,id.html

MEREKA ADALAH KITA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Indonesia kembali dilanda bencana, jutaan orang menangis disana, ratusan orang pun meninggal di tanah sana, serta jutaan orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Kenapa kita masih diam ? kenapa kita harus berfikir untuk membantu saudara kita ? Bukan kah mereka bagian dari kita ?

Sekarang sudah saatnya kita segenap warga kabupaten Subang untuk mengulurkan bantuan kepada saudara-saudara kita yang ada di Padang Sumatra Barat, karena walau bagaimanapun mereka adalah saudara kita, se-Tanah Air, tanah Air Indoensia, satu Bahasa yakni Bahasa Indonesia.

Belumkah kau tergugah hati mu untuk memberI ? jangan pernah menunggu untuk memberikan bantuan, karena bantuan anda akan membantu meringankan beban mereka yang sekarang ini tengah tertimpa bencana. Ini bukan untuk siapa-siapa tapi untuk saudara kita, karena mereka adalah kita…

Mari kita bantu mereka keluar dari musibah, karena uluran tangan anda sangat berarti bagi mereka, ayo jangan tunggu lagi, sisakan sebagaian harta kita untuk mereka.

AYO AMAL YOOO, JANGAN BANYAK ALASAN !!!

AYO BANTU YOO, JANGAN SO GAK TAHU ….

DERITA MEREKA ADALAH DERITA KITA, KARENA MEREKA ADALAH KITA…

WASSALAM………