Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), sebagai salah satu kelompok Cipayung menilai rekannya HMI dalam merayakan dies natalisnya adalah hal biasa bila kegiatan itu tidak dipolitisir. “Jika kegiatan itu dipolitisir sangat naif sekali bagi sebuah organisasi mahasiswa,” ujar Riza Primahendra, Ketua Presidium PMKRI. Menurut Riza yang baru terpilih sebagai ketua tahun lalu, yang penting adalah memperjuangkan tatanan yang adil dan demokratis.
Begitu pula saat pembentukan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI), HMI diajak bergabung dalam FKPI. Tapi, HMI mengaku sibuk menyiapkan ulang tahun. Jadi,”Salah kalau ada yang menilai kami meninggalkan HMI,” tegasnya.
Untuk mengetahui sikap PMKRI terhadap pemerintah, berikut petikan wawancara TEMPO Interaktif dengan Riza Primahendra, sarjana peternakan lulusan Universitas Diponegoro (1995), melalui sambungan telepon, Selasa 25 Maret 1997. Berikut petikannya :
Sebagai anggota Kelompok Cipayung, bagaimana Anda melihat perayaan Dies natalis HMI kemarin?
Saya berpikiran positif saja. Mudah-mudahan kegiatan itu jangan menenggelamkan HMI sebagai kekuatan kritis dan demokratis. Kalau harus dirayakan mewah dan punya uang banyak, tanpa alasan politis, silahkan saja. Masyarakat yang akan menilai pantas atau tidak perayaan seperti itu. Adalah salah bila ada pernyataan yang mengklaim diri sendiri, yang mengatakan bahwa kami ini independen, berjuang untuk rakyat, dan tetap sebagai kekuatan kritis. Yang berhak menilai begitu, adalah masyarakat, benar atau salah.
Walaupun kami memiliki uang, kami tidak akan melakukan perayaan seperti itu. Sebab yang kami perjuangkan adalah mengupayakan tatanan yang adil dan demokratis.
Boleh saja ‘kan membuat perayaan mewah tapi juga memperjuangkan tatanan yang adil dan demokratis?
Apa yang bisa disumbangkan kepada masyarakat, kalau hanya berupa puja puji buat diri sendiri.
Apakah karena PMKRI tidak memiliki wakil di pemerintahan sehingga tidak mau membuat perayaan seperti HMI?
Ada atau tidak wakil PMKRI di pemerintahan, itu tidak penting bagi kami. Harus diingat, kami tetap kritis, sewaktu PMKRI punya anggota yang duduk di pemerintahan atau yang bergabung dengan CSIS. Kami tetap melakukan kritik kepada pemerintah dan CSIS.
Apa komentar Anda tentang kehadiran Pak Harto di perayaan dies natalis HMI?
Saya berpikiran positif saja, mudah-mudahan Pak Harto punya perhatian besar kepada generasi muda. Selain itu kehadiran Pak Harto sebagai salah satu strategi memberi angin kepada kelompok Islam untuk digunakan sebagai basis dan komoditi politik. Dan ini sebagai bagian dari upaya menjaga basis politiknya Pak Harto, untuk menghadapi basis politik lain.
Apakah hadirnya Pak Harto karena adanya kesamaan pandangan antara pemerintah Orde Baru dengan HMI?
Saya melihat visi Orde Baru, tentang UUD 45 dan Pancasila, agar dijalankan secara murni dan konsekuen sudah selesai. Yang jadi masalah sekarang, bagaimana pelaksanaan dari UUD 45 dan Pancasila itu. Kita semua setuju dengan Orde Baru. Begitu kita mendukungnya dulu. Sebagai organisasi mahasiswa sebaiknya kita menunjukkan idealisme untuk menujukkan sikap pembelaannya kepada masyarakat dan menyuarakan kebenaran.
Saya memang merasa kehilangan teman-teman HMI dalam beberapa peristiwa nasional terakhir. Saya tidak mengerti, mengapa mereka tidak bergandengan tangan bersama kelompok Cipayung lainnya. Mengapa teman-teman HMI tidak mau bergabung dalam pernyataan yang kami buat.
Apakah ini akibat dari kedekatan HMI dengan pemerintah?
Saya tidak mengerti. Saya hanya menyayangkan sikap teman-teman HMI sekarang. Ya, seharusnya kelompok Cipayung harus mengambil jarak dengan pemerintah, karena dengan begitu kita dapat menilai kebijakan-kebijakan pemerintah secara objektif. Tapi jika terserap ke pemerintahan, maka kita tidak bisa bersikap dan menilai secara objektif, kebijakan-kebijakan yang di keluarkan pemerintah.
Apakah PMKRI punya pandangan yang sama dengan pemerintah Orde Baru, seperti kesamaan pandangan HMI-pemerintah ?
Masalah kedekatan HMI dengan pemerintah itu relatif. Yang penting HMI dapat mewakili masyarakat dan bangsa, sebagai kekuatan moral mahasiswa. Tentunya HMI harus tegas untuk mengatakan salah dan benar. Namun, strategi yang dipilih HMI sebagai kesamaam pandangan visi dan ideologis dengan pemerintah tidak tepat. Sebab, akibat kedekatan itu kita tidak bisa berpikir kritis. Masa kita diberi gula-gula, lalu yang memberi kita pukul.
Tidak bergabungnya HMI dalam FKPI, apakah karena kekecewaan kelompok Cipayung lain?
Saya rasa ada juga rasa kecewa itu. Keberanian untuk tampil beda di HMI, sudah mulai menipis. Tapi kita harus percaya, bahwa teman-teman HMI punya itikad baik, karena kami bersama HMI pernah punya sejarah yang cukup panjang. Cara berfikir kami dalam FKPI bukan untuk meninggalkan HMI.
Ada yang menuduh kelompok Cipayung selain HMI, kini cenderung posisinya berseberangan dengan pemerintah?
Kalau visinya pemerintah mempertahankan status quo, mendukung kebijakan yang tidak manusiawi, jelas itu akan kami tentang. Banyak hal yang kami tak setuju. Seperti Pancasila yang mulai hilang keberadaannya sebagai ideologi bangsa karena adanya monopoli pengertian tentang Pancasila. Tapi, pelanggaran-pelanggaran terhadap Pancasila justeru dilakukan oleh pemerintah. Misalnya, berbagai kerusuhan yang terjadi belakangan ini karena melemahnya pengamalan Pancasila. Secara formal Pancasila sudah diterima oleh semua orsospol dan ormas.
Lalu kelemahan lainnya, ketika Pancasila sudah tidak dipandang lagi sebagai ideologi, masyarakat beralih kepada hukum yang lain. Ini ‘kan sudah tidak sesuai lagi dengan Pancasila. Bagaimana undang-undang peradilan anak bisa masuk dalam negara Pancasila. Lalu munculnya undang-undang peradilan agama, hanya untuk Islam. Harusnya ada undang-undang peradilan agama yang lain dong. Lainnya undang-undang tenaga nuklir, mengapa disahkan?! Padahal itu menimbulkan banyak protes dari masyarakat.
Bagaimana dengan penegakan demokrasi?
Secara nyata penegakan demokrasi di Indonesia hampir lenyap, bukan berarti tidak ada. Tapi, apakah penegakan demokrasi selama ini sudah pada tingkatan yang kita inginkan. Apakah bisa disebut demokratis, kalau hanya mau menerima pendapat-pendapat dari kalangan terdekatnya, sementara pendapat yang lain dikesampingkan.
Bagaimana dengan suksesi yang tinggal setahun lagi?
Masyarakat kita sudah cenderung bersikap masa bodoh. Suksesi tidak penting kok. Siapapun presidennya, asalkan sistem pemerintahan kita benar atau selama MPR dan DPR berjalan dengan baik, hal itu tidak ada masalah.
Nah, sekarang masalahnya, masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan sistem yang sedang berjalan. Karena pergantian hanya tampak pada pucuk pimpinan, tidak kepada sistemnya. Kecuali, jika pimpinannya ganti dan sistemnya akan berubah, itu lain soal.
Apakah untuk perubahan itu PMKRI sudah punya calon presiden?
Bagi kami adanya perubahan lewat atas, kami pesimis. Karena figur-figur pemimpin yang sekarang ini adalah produk dari sistem lama dan tidak memenuhi kriteria sebagai pemimpin. Sementara yang memenuhi kriteria tidak berada dalam sistem dan tidak ada kemungkinan untuk dipilih. Ya bagaimana, kan lebih baik tidak usah ngomong.
Siapa calon yang layak menurut PMKRI?
Kami memilih bekerja di bawah saja pada tingkat mahasiswa. Kami tidak punya calon. Pokoknya kami siap bekerjasama dengan siapa saja.
Apakah PMKRI ingin dekat dengan pemerintah?
Bagi kami itu tidak penting. Kami tidak ingin menjadi perpanjangan tangan pemerintah, apalagi menjilat.