HMI Akan Tetap Merawat Kemandiriannya

HMI akan tetap merawat independensi. Sampai kapan pun. Bagi HMI indepedensi itu merupakan ciri dan karakter.

Ada “kado” khusus yang dipersembahkan buat HMI dalam memperingati usia emasnya, 50 tahun, pada 5 Februari lalu. Yang pertama, diresmikannya Gedung Insan Cita (GIC) yang merupakan tempat HMI nanti beraktivitas sehari-hari. Kado kedua, acara peringatan dies natalis HMI itu dibuka dan dihadiri Presiden Soeharto. Tapi, bertepatan dengan hari peresmian GIC, Kelompok Cipayung membentuk Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) tanpa HMI berada di dalamnya.

Ini memang bukan “kado baik” untuk HMI. Karena HMI adalah salah satu penggagas awal Kelompok Cipayung. Sehingga muncul penilaian, bahwa hubungan HMI dalam Kelompok Cipayung sekarang kurang seiring. Namun, Ketua Pembinaan Aparat Organisai PB HMI, Aspianor Sahbas (30 tahun), membantah penilaian itu. “Kehadiran mereka dalam acara dies natalis HMI menunjukkan bahwa diantara Kelompok Cipayung itu tidak terjadi apa-apa,” kata alumnus FKIP Unlam ini kepada Hani Pudjiarti dan Mustafa Ismail dari TEMPO Interaktif yang mewawancarainya Kamis pagi (27/3) lalu di Kantor PB HMI Jalan Diponegoro, Jakarta. Berikut petikannya:

Bagaimana perkembangan HMI selama 50 tahun?

Sejak dilahirkan 5 Februari 1947, tujuan HMI adalah untuk mempertahankan keadaan negara Republik Indonesia yang sudah merdeka pada 17 Agustus 1945. HMI menyumbangkan siar Islam di negeri tercinta ini. Perkembangan selanjutnya karena HMI sebagai organisasi perjuangan tentu untuk meningkatkan kualitas mahasiswa, maka yang ditingkatkan ada pada proses pengkaderan. Kaderisasi merupakan inti program HMI dalam mencapai tujuan yang dicanangkan sejak berdirinya HMI. Karena tidak semata-mata sebagai organisasi perjuangan, kita mulai berperan pada kehidupan masyarakat dan kebangsaan. Ini sebagai perkembangan yang muncul di masyarakat sebagai tanda sejak berdirinya banyak tokoh-tokoh HMI yang terlibat perjuangan fisik di akhir tahun lima puluhan. Di tahun 1966 secara organisatoris HMI aktif bersama komponen masyarakat menumpas G30S-PKI. Sampai saat ini HMI sudah cukup banyak mendistribusikan kader-kadernya di kalangan swasta, birokrat, berbagai sektor kehidupan pembangunan.

Selain pengkaderan program andalan lainnya?

Kalau program andalan ya sistem pengkaderan tadi. Bentuk lain partisipasi terhadap urusan-urusan pembangunan, perguruan tinggi bidang kemahasiswaan tetap ada, bidang kewanitaan dan bidang kekaryaan.

Benarkah HMI memotivasi anggotanya menjadi tokoh seperti beberapa alumninya di kabinet?

Mungkin salah satunya itu. Salah satu pengalaman saya yang memotivasi masuk HMI karena melihat orang-orang yang masuk HMI banyak jadi tokoh. Tetapi tidak semua yang masuk HMI termotivasi itu, bisa saja karena pacarnya ada di sana dia ikut masuk. Kalau dalam proses perjalanannya jadi tokoh itu soal lain. Jadi banyak faktor motivasi untuk masuk HMI. Motivasi lainnya karena kelihatan banyak senior membantu yuniornya dalam proses perkuliahan. Misalnya membantu memberikan diktat-diktat yang dikasihkan ke kita. Motivasi lain terbantu dalam proses perkawanan, ketenangan pribadi karena ada nilai-nilai keagamaan.

Hubungan HMI dengan alumni?

Kalau mau dikatakan peran alumni dan senior banyak membantu menopang semua kegiatan HMI. Dan itu dilakukan atas dasar tolong-menolong bukan paksaan atau keharusan. Ini terus terjadi sampai hubungan kami ke yunior-yunior kami. Begitupun sebaliknya.

Selama 50 tahun apa saja kendala HMI?

Banyak, pertama kalau dilihat sebagai organisasi kepenjuangan kondisi sekretariat saja seperti sekarang ini. Tapi alhamdulillah belum lama ini kita baru saja meresmikan gedung Graha Insan Kencana (yayasan ini diketuai Akbar Tanjung dan didanai KAHMI, Red.) di Depok. Dan mudah-mudahan akan membuka semangat baru bagi adik-adik HMI yang akan melanjutkan kepemimpinan HMI di masa mendatang. Saya kira kendala-kendalanya terlihat dari sangat terbatasnya fasilitas-fasilitas yang dimiliki HMI. Padahal sarana ini sangat penting untuk menunjang kegiatan HMI dalam pengkaderan dan sumber daya manusia.

Soal kader ini rupanya tumpuan utama program HMI? Apakah agar banyak orang HMI di sekitar kekuasaan?

Kami banyak melakukan pelatihan. Memang dalam traning-traning HMI dulu itu ada latihan kepemimpinan. Jadi tujuannya mencetak calon-calon pemimpin. Calon-calon pemimpin ini yang menjadi tokoh. Tapi dalam perjalanannya, bisa saja mereka mengarah dalam bidang lain. Mereka ada yang menjadi wirausahawan, menjadi tokoh politisi, tokoh agama. Kita menempatkan sesuai dengan konsep HMI bahwa manusia itu khalifah fil ardhi, sebagai pemimpin di muka bumi ini.

Belakangan banyak yang menyoal independensi HMI, menurut Anda?

HMI akan tetap merawat independensi. Sampai kapan pun. Bagi HMI indepedensi itu merupakan ciri dan karakter.

Termasuk kepengurusan HMI sekarang yang dituduh dekat pemerintah itu?

Independensi itu ada dua. Pertama indepensi organisatoris. Indepensi organisatoris ini menegaskan bahwa HMI ini bukan onderbouw salah satu kekuatan politik. Jadi ia tidak dibawah Golkar, tidak dibawah PPP, dan tidak di bawah PDI, juga tidak dibawah ormas lain. Yang kedua idepedensi etis. Independensi etis ini merupakan kebebasan HMI untuk mempertahankan suatu sikap terhadap kebenaran yang ingin diperjuangkan. karena, itu HMI tidak akan apriori terhadap sesuatu masalah, juga tidak akan terlalu berpihak. Sepanjang itu untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran akan berpihak kesana.

Ada yang mengatakan HMI itu kurang respek terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Tidak seperti Kelompok Cipayung lainnya. Misalnya dalam menanggapi kasus 27 Juli, Situbondo atau Tasikmalaya. Bagaimana itu?

Peristiwa 27 Juli ada perbedaan penghayatan. Itu ‘kan kasus PDI. Itu persoalan intern PDI. Karena itu kita tidak ingin terlalu jauh terlibat dalam politik praktis. Yang sangat pragmatis sekali persoalannya. Pernah juga ketika terjadi pertentangan Naro dengan Sudardji, kita tidak membicarakan itu dengan kawan-kawan Kelompok Cipayung. Tetapi persoalan-persoalan lain yang menyangkut nasib rakyat banyak, misalnya kasus korupsi Eddy Tansil, yang itu tidak dilakukan oleh ormas-ormas lain. Kita melakukan. Sampai ribuan orang kita kerahkan untuk aksi-aksi itu. Kasus putusan MA di Irian Jaya, kita sampai turun ke jalan. Itu merupakan bagian dari suara-suara kritis HMI yang tetap dirawat. Kalau kasus 27 Juli, kita melihatnya sebagai rangkaian politik praktis. Kita tidak mau terlibat di dalam itu. ‘Kan temporer sekali kasusnya.

Dalam kasus Eddy Tansil, bukankah memang pemerintah memukul gendang “perang” terhadap Eddy Tansil dan kemudian HMI sepaham dengan sikap itu?

Kasus Irian misalnya, itu ‘kan sangat bertentangan. Nah, itu kalau soal korupsi, kita ‘kan tidak tahu. Kalau datanya ada kita akan tampil. Sekali lagi saya tegaskan, bahwa Ketua Umum HMI di depan kepala negara ketika dies natalis bilang bahwa HMI akan tampil ke depan memprotes bila pemerintah korup dan menyeleweng.

Tapi bukankah dalam Kasus 27 Juli ketika banyak kelompok mahasiswa dan ormas lain menyatakan keprihatinannya, HMI tidak ikut serta, mengapa?

Kawan-kawan itu ‘kan sudah dari awal ikut dalam proses itu. Kasus 27 Juli itu kan puncak. HMI tidak mau masuk ke wilayah itu. Nah, ketika peristiwa itu muncul kita mengeluarkan statemen bahwa kedua-duanya harus ditindak itu. Tapi tidak bersama kawan-kawan Kelompok Cipayung.

Yang sudah kita keluarkan statemen itu mengenai Eddy Tansil, Kasus Departemen Perhubungan. Tetapi pernyataan mengenai mobnas belum kita keluarkan. Itu baru sampai pada diskusi di kalangan interen kita. Ada hal-hal yang hanya dikonsumsi untuk kader HMI dan ada yang kita keluarkan pernyataan.

Jelasnya?

Kalau sesuatu itu dapat memecah belah persatuan negara, tentu kita lebih hati-hati. Tetapi kalau itu menyangkut kepentingan masyarakat keseluruhan, kita akan lebih kuat menanggapinya.

Dana Dies Natalis kemarin ini begitu besar, darimana?

Kalau acaranya besar, tentu dananya juga besar. Soal dana ini dari alumni ke alumni saja. Di Jakarta ini ‘kan alumni HMI ada sekitar seribuan lebih. Kita kumpulin dari alumni-alumni itu dan juga KAHMI.

Berapa besarnya?

Kurang dari 500 juta. Karena dies natalisnya untuk ribuan orang, wajar dana yang dipakai segitu.

Kemudian untuk dana operasional harian HMI darimana?

Yang paling rutin itu, ya, dari Bang Akbar (Akbar Tanjung, Red.), Bang Soegeng Sariadi, Bang Fahmi Idris, Ekki Syahruddin, Mar’ie Muhammad, dan seterusnya.

Apa pertimbangan mengundang Pak Harto pada acara Dies Natalis HMI?

Bukan hanya sekali ini Pak Harto menghadiri acara HMI. Dua tahun yang lalu juga Pak Harto hadir di sana. Pertimbangannya, karena ini perayaan emas lima puluh tahun HMI, kita ini merayakan kebahagiaan bersama-sama dengan kepala negara.

Bagaimana Anda menilai keberhasilan pembangunan Orde Baru?

Relatif sekali kalau kita menilai kemajuan-kemajuan. Sekarang ‘kan relatif lebih baik dari pada sebelum-sebelumnya. Kalau ada kekurangan ya wajar saja.

Tolok ukurnya apa?

Jumlah rakyat miskin sekarang berkurang. Kalau dulu masyarakat miskin hampir mencapai 30 juta, sekarang tinggal sekitar 21 juta. Itu suatu keberhasilan.

Bukankah kesenjangan masih lebar?

Ya, kesenjangan memang harus kita atasi. Tidak semata-mata tanggungjawab pemerintah. Semua kita mesti bersama-sama mengatasinya.

Selama ini banyak yang mengatakan HMI tergantung dari KAHMI?

HMI dengan KAHMI kan hanya hubungan historis. Jadi kalau toh, ada kritikan-kritikan terhadap kedekatan HMI dengan KAHMI itu hanya implikasi saja. Yang jelas, HMI itu harus kerja keras untuk mendapatkan dana. Kalau ada alumni-alumni HMI yang membantu, itu merupakan wujud tanggungjawab mereka terhadap HMI, terhadap adik-adiknya. Dan kalau pun ada bantuan-bantuan dalam bentuk lainnya, juga para alumni melihat potensi-potensi dari kader HMI itu sendiri. Tidak mungkin seorang alumni memberi satu proyek, misalnya, kepada seseorang kader yang tidak teruji kemampuannya.

Apakah hubungan itu tidak mengekang HMI?

Konsep kita ‘kan saling tolong-menolong. Dan saya kira mereka, para alumni ikhlas untuk membantu. Tidak pernah mereka membawa-bawa HMI menjadi suatu alat untuk kepentingan mereka.

Apa kritik Anda terhadap pemerintah?

Sebenarnya yang perlu kita kritik itu ‘kan sistemnya. Misalnya kesempatan berusaha. Kalau sistemnya baik dan berjalan saya kira tidak ada masalah. Dengan demikian diperlukan kedewasaan dalam masyarakat untuk melihat. Karena kalau masyarakat belum dewasa, sistem yang baik pun jadi kurang artinya.

Tidakkah sistem itu sendiri kurang terbuka?

Sekarang sudah ada kemajuan. Dalam penyusunan GBHN misalnya, dulu itu ‘kan di tingkat MPR. Tetapi sekarang dikembalikan kepada fraksi-fraksi. Keberanian masyarakat untuk melontarkan kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah juga merupakan bagian dari pada itu.

Hasilnya bagaimana?

Itu bukan persoalan hasil. Yang penting kemauan itu telah ada. Saya kira hasil itu nomor dua.

Bukankah kritik sering ditabukan dan ditanggapi secara frontal?

Itu menandai ketidak-dewasaan orang-orang yang tidak bisa menerima kritik itu.

Maksud Anda pemerintah?

Pemerintah saya kira. Ada orang-orang yang tidak siap untuk itu.

Tapi, kenapa HMI tidak mendukung Pak Harto untuk periode 1998-2003?

Tidak ada dalam budaya kita persoalan dukung mendukung itu. Itu menyangkut independensi. HMI tidak akan memenuhi satu keinginan atas kehendak dari mana pun. Itu sesuatu yang tabu bagi HMI. Secara etis tidak dibenarkan. Komitmen kita bukan kepada orang tapi kepada nilai.

Bagaimana tanggapan HMI sendiri mengenai kemungkinan terpilihnya kembali Pak Harto?

Saya kira masyarakat sampai saat masih menginginkan beliau. Tidak ada saat ini yang secara terbuka menolak beliau. Bagi HMI, kita serahkan saja kepada lembaga yang ada.

HMI sendiri apakah punya calon-calon anggota DPR?

Ada beberapa.

Berapa jumlah anggota HMI?

Sekitar 250 ribu yang aktif. Kalau semuanya, sekitar lima ratus ribuan.

Menurut Nurcholis Madjid, HMI sekarang kurang peka terhadap sekelilingnya, mengapa?

Cak Nur orang yang sangat arif dalam melihat persoalan-persoalan HMI. Kalau beliau menginginkan HMI itu maju, itu selalu dicambuk. Tetapi saya kira kalau kita bicara dari hati ke hati, saya kira Cak Nur akan mengatakan HMI merupakan organisasi paling baik diantara organisasi massa mahasiswa lainnya.

Hubungan HMI dengan Kelompok Cipayung itu bagaimana?

Kelompok Cipayung itu merupakan sebuah organisasi yang non formal. Kalau ada masalah-masalah kita akan kumpul. Dalam perjalanannya dinamika itu tetap ada. Bagi anggota Kelompok Cipayung membentuk sebuah kelompok baru, tidak ada masalah. Nanti pada saat lain kita akan ketemu dan bersama lagi.

HMI tidak merasa ditinggalkan dalam pembentukan FKPI?

Tidak. Kita tidak merasa ditinggalkan. Antara kita tidak ada masalah. Kita tidak ditinggalkan, mereka juga tidak kita tinggalkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *