Orde Baru Sesuai Dengan Cita-Cita HMI

Mereka meninggalkan HMI, sama saja dengan kehilangan momentum yang baik sebagai pemuda Indonesia. HMI pasti jaya, karena konsekuen dengan sikapnya sebagai gerakan modern Islam.

Kesamaan pandangan antara HMI dengan pemerintah, rupanya yang membuat organisasi mahasiswa ekstra universitas ini yang kini tampak sejuk. “HMI adalah satu-satunya organisasi mahasiswa yang didirikan untuk menegakkan kemerdekaan, ” kata Victor Tanja, pendeta asal Pulau Sawu, Nusa Tenggara Timur, yang juga pengamat HMI.. Menurut Victor, HMI punya kesamaan dengan pemerintah Orde Baru, yang menginginkan Islam tampil sejuk dan modern. “HMI ‘kan anti komunis, paham kiri dan kanan, dan pandangan ini sama dengan pemerintah Orde Baru,” ujar Victor. Begitu pula kedekatan HMI dengan militer, menurutnya juga terkait dengan akar sejarah.

Untuk mengetahui peran dan posisi HMI di masa kini, berikut wawancara Ali Nur Yasin dari TEMPO Interaktif dengan Victor Tanja, di Gereja Effatha, Jakarta, Selasa 25 Maret lalu. Pendeta ini menulis disertasi yang berjudul HMI: Sejarah dan Kedudukannya Di Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu, di Hartford Seminary Foundation America, 1979. Berikut petikan wawancara itu:

Bagaimana Anda melihat HMI sekarang?

Saya menilai HMI lebih cocok dengan kondisi politik sekarang, yang menjauhi komunisme, adanya peranan ABRI, dan umat Islam semakin dekat dengan pemerintah. HMI didirikan sebagai organisasi perjuangan. Dengan kata lain, untuk menghimpun cendekiawan muslim. HMI tidak hanya berperan dalam universitas, tapi juga secara fisik aktif dalam perang kemerdekaan. Sehingga, ada beberapa anggota HMI yang langsung menjadi tentara, seperti Achmad Tirtosudiro. Kedekatan HMI dengan ABRI bukan baru sekarang, tapi kedekatan sejarah. Juga dalam beberapa peristiwa sejarah, HMI tidak dekat dengan Soekarno-Hatta, tapi dekat dengan Jenderal Sudirman. Saat Orde Lama, ketika Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno atas desakan PKI, HMI juga ingin dibubarkan, tapi Jenderal Achmad Yani bilang,” Tidak. Langkahi mayat saya jika ingin bubarkan HMI.”

Maka kedekatan HMI dengan Orde Baru adalah konsekuensi kedekatan sejarah. Bahwa HMI sekarang dikucilkan oleh organisasi mahasiswa yang lain, menurut saya salah kaprah. Mereka (organisasi mahasiswa non HMI) latar belakangnya dibentuk bukan pada masa perjuangan kemerdekaan, tapi pasca perang kemerdekaan. Dan mereka dibentuk untuk berafiliasi dengan partai politik dan ormas yang ada pada saat itu. Seperti, PMII dengan NU, IMM dengan Muhammadiyah, GMNI dengan PNI, GMKI yang ada hubungannya dengan gereja, dan organisasi lainnya. Tapi HMI, sangat independen dalam sikap politiknya. Kalaupun ada yang mengatakan bahwa HMI berafiliasi dengan Masyumi, itu adalah penilaian yang salah. Hal ini dapat dilihat pada saat perundingan Linggarjati, Masyumi menolak, tapi HMI menerimanya. Ini salah satu bukti bahwa HMI bukan onderbouw-nya Masyumi.

Walau dikucilkan organisasi mahasiswa lain, HMI tetap independen. Menurut HMI, Orde Baru sudah mendekati cita-cita perjuangan HMI, bahwa Islam mendapat peranan dalam pemerintahan, tapi bukan berarti menjadi negara Islam, seperti peranan budaya, ahlak dan lainnya. Dan juga nasionalisme kita bukan nasionalime sekuler, tapi nasionalime religius. Dan kalau kita mau konsekwen, memang tidak ada nasionalime sekuler. Saya juga tidak setuju pendapat beberapa pakar, bila gerakan agama, adalah gerakan sektarian. Yang salah bila ada gerakan yang menggunakan agama, itu yang sektarian.

Anda menyatakan, bahwa kedekatan HMI dengan Orde Baru karena adanya kesamaan dalam memandang bangsa dan negara. Bisa Anda jelaskan?

Kesamaan itu karena HMI aktif mendirikan Orde Baru. Cita Orde baru yang sama dengan HMI. Misalnya Islam mendapat peranan dalam pemerintah, tapi bukan negara agama.

Apakah kedekatan HMI dengan pemerintah sudah sesuai dengan semangat HMI sewaktu didirikan?

Oh ya, ini bukan karena HMI oportunis, tapi karena kesamaan ide dan cita-cita dengan pemerintah sekarang. HMI didirikan untuk menegakkan kemerdekaan. HMI merasakan masa penjajahan, sementara organisasi mahasiswa lain tidak merasakan, sehingga ada kecenderungan mereka lebih mendengar suara luar negeri ketimbang di dalam negeri.

Apakah kedekatan HMI dengan pemerintah karena pengaruh alumni yang duduk dalam pemerintahan?

Menurut saya tidak. Alumni HMI yang duduk dalam pemerintah atas nama pribadi bukan atas nama HMI. Akbar Tandjung diangkat sebagai menteri kan bukan karena HMI-nya, tapi karena kemampuan. Akbar memang kader yang dibuat oleh HMI dan kebetulan cocok dengan politik Orde Baru. Tapi pribadi-pribadi mereka tidak bisa diidentikkan dengan HMI. Mereka diangkat jadi menteri karena penilaian presiden, bukan karena HMI-nya.

Apakah HMI hanya dijadikan alat oleh pemerintah?

Oh, tidak. HMI tetap independen. Secara kebetulan, organisasi mahasiswa lain tidak sesuai dengan aspirasi mereka. Karena mereka lebih mendengar suara LSM dari barat. Tapi, jika aspirasi mereka sama dengan pemerintah, mereka juga akan seperti HMI.

Belum lama ini, berdiri Forum Komunikasi Pemuda Indonesia yang didirikan oleh kelompok Cipayung, tanpa HMI. Apakah HMI menjauhi mereka?

Oh, tidak. Justru Kelompok Cipayung yang meninggalkan HMI. Mereka meninggalkan HMI, sama saja dengan kehilangan momentum yang baik sebagai pemuda Indonesia. HMI pasti jaya, karena konsekuen dengan sikapnya sebagai gerakan modern Islam. Walaupun HMI jaya, Indonesia tidak akan menjadi negara Islam. Ini kan pola yang digunakan oleh Nurcholis Madjid, yang hingga kini masih diterapkan. Dengan pola Nurcholis, kita akan mendapatkan orang-orang Islam yang sejuk dan toleran terhadap yang lain.

Sekali lagi saya katakan, organisasi-organisasi mahasiswa kelompok Cipayung kecuali HMI, didirikan bukan atas kehendak memperjuangkan membebaskan bangsa ini dari jajahan Belanda. Kalaupun ada, mereka berafiliasi dengan organisasi sekuler, ormas-ormas tertentu, atau partai politik yang ada. HMI walau menggunakan nama Islam, tetap independen. Tapi memiliki afiliasi filsafah gerakan modernis yang sama dengan masyumi, tapi bukan berarti HMI berafiliasi dengan Masyumi. Hanya pemahaman terhadap Islam-nya, yang sama.

Belakangan kelompok Cipayung minus HMI gencar melakukan koreksi dan kritik terhadap berbagai kejadian belakangan ini. Mengapa HMI tidak melakukan hal yang sama?

Apa yang dikritik?! Perjuangan HMI sama dengan perjuangan pemerintah. Apa yang dibuat oleh Pak Harto selama Orde Baru kebetulan sama dengan yang diperjuangkan HMI waktu dulu. Artinya tidak ada sekuler, tidak kiri, tapi dalam menegakkan Pancasila, secara konsekwen. Sejak dulu HMI berpihak kepada ABRI, tapi bukan untuk mencari kekuasaan. Kedekatan dengan militer semata-mata untuk bersama mencapai kemerdekaan. Karena itu banyak anggota HMI yang masuk ABRI. Tapi organisasi yang lain tidak.

Mengenai kritik terhadap berbagai kejadian belakangan ini, kenapa baru sekarang mereka bersuara. Kenapa sewaktu peristiwa Tanjung Priok mereka tidak bersuara. Waktu itu kan terjadi juga pembakaran gereja, tapi kenapa bungkam. Kejadian di Timor-Timur mengapa tidak diprotes, mengapa hanya di Situbondo dan Tasikmalaya saja. Harusnya mereka juga mengkritik semua peristiwa itu.

Ini karena mereka tidak melihat realisme perjuangan kemerdekaan, dan terbiasa dengan cara yang sekuler. Sehingga cara berfikir mereka sektarian. Sementara HMI menggunakan Islam untuk kepentingan perjuangan bangsa, bukan diri sendiri.

Di zaman Orde Lama HMI aktif menyuarakan kritik-kritik sosial, dan ketimpangan sosial masih terjadi sampai sekarang, tapi mengapa HMI tak melakukan koreksi?

Dari dulu juga sudah ada ketimpangan sosial. Kita harusnya melihat Orde baru itu sukses, walaupun masih ada kekurangannya. Saya setuju dengan kritik tapi harus memberikan jalan yang terbaik. Jangan menganggap mereka benar dan lainnya salah. Mereka yang sering bersuara itu kan yang tidak berkuasa. Jika mereka berkuasa sama saja kondisinya.

Ada yang menilai HMI tidak lagi kritis terhadap berbagai situasi belakangan ini, apakah karena pengaruh alumninya yang duduk di pemerintahan?

Itu konsekuensi dari peran HMI. Orang yang mengkritik HMI saya nilai kerdil, karena tidak memisahkan antara pribadi dengan organisasi. Mereka yang diangkat jadi menteri kan karena kemampuan pribadi, kebetulan mereka anggota HMI. Sikap kritis HMI tidak hilang, karena HMI tahu cara mengkritik yang membangun. Bukan dengan cara seperti yang dilakukan organisasi lain.

Apakah karena pengurus-pengurus HMI banyak yang berambisi duduk di pemeritahan ?

Semua juga berambisi ke sana. GMNI bila diberi kesampatan seperti pada masa Orde Lama, saya kira akan begitu. Punya ambisi boleh saja, tapi jangan merugikan yang lain. Selain HMI, GMNI, GMKI, PMKRI dan lainnya juga punya ambisi untuk duduk di pemerintahan, tapi mereka tidak punya kesempatan saja.

Bagaimana HMI harus menempatkan posisinya sekarang?

Ya, harus mendukung Orde Baru. Tapi juga harus memberikan koreksi dan kritik. Tapi jangan mengkritik karena menganggap dirinya sudah baik.

Bagaimana Anda melihat perayaan HMI yang dihadiri oleh Pak Harto? Manuver politik menjelang pemilu?

Oh bukan, itu bukan karena HMI ingin melakukan manuver politik. Hadirnya Pak Harto, karena melihat HMI yang konsekwen dengan perjuangan bangsa dan khususnya Orde baru.

Hadirnya Pak Harto, apakah sebagai salah satu dukungan kepada Pak Harto untuk jadi presiden lagi?

Secara otomatis, mau tidak mau HMI ‘kan harus memperjuangkan sikapnya. Sebab dalam UUD 45 sendiri kan sudah ditegaskan bahwa presiden dapat dipilih kembali.

Apakah HMI akan mengesampingkan berbagai ketimpangan-ketimpangan yang ada?

Tidak. Jika terjadi ketimpangaa HMI akan ngomong. Tapi dalam program bersama dalam bernegara, HMI tetap sejalan dengan pemerintah. Seperti yang dikatakan Taufik Hidayat dalam pidatonya, bahwa HMI akan tetap mendukung Orde Baru, dan akan tegar membela kepentingan masyarakat.

Pesta HMI dianggap pemborosan. Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada pemborosan uang. Banyak organisasi Islam dan Kristen yang menyelenggarakan acara seperti itu. Sewaktu Orde Lama, GMNI membuat acara seperti itu lebih banyak dari HMI, seperti sidangnya di Senayan yang dihadiri oleh Soekarno. GMKI apalagi, lebih wah. Kenapa baru sekarang diributkan mengadakan acara seperti itu, kenapa yang dulu-dulu tidak.

Bagaimana dengan peran HMI di masa datang?

HMI akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang nasionalis. Dan HMI tidak akan berubah dari konsepnya Nurcholis Madjid. Dimana Islam dapat diterima oleh pemerintah Orde Baru. Serta menempatkan citra Islam yang universal. Konsep Nurcholis ini harus ada yang meneruskan. Saya pesimis HMI dapat bertahan jika konsep ini tidak digunakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *