HMI Desak DPRD Segera Bahas RAPBD

Jember – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jember, mengecam sikap mayoritas anggota DPRD yang memboikot pembahasan RAPBD 2011. Padahal, RAPBD adalah jantung pergerakan roda pembangunan masyarakat Kabupaten Jember secara umum.

Jika RAPBD 2011 tidak dibahas dan digedok maka beberapa akibat bisa langsung dirasakan rakyat kecil. Diantaranya, tidak adanya program pembangunan. Tidak adanya program pelayanan kesehatan bagi warga miskin, program pengembangan pertanian, dan pengembangan sarana prasarana yang sudah rusak.

“Pemboikotan RAPBD 2011 adalah bagian dari upaya sistematis untuk memundurkan demokrasi di Kabupaten Jember. Kita tentu tidak menafikkan ada protes terkait penolakan Pj, tetapi DPRD tetap harus menjalankan fungsinya sebagai wakil representasi rakyat. Kalau tidak itu melanggar Undang – undang,” ujar Toha, salah satu kader HMI.

Rabu (12/1/2011) malam, HMI Cabang Jember menggelar sebuah diskusi panjang terkait fenomena politik terkini di Kabupaten Jember. Mulai dari peran media massa, politisi, hingga DPRD Jember yang sekarang ini sedang terjadi perselisihan pasca Pemilukada 2010 kemarin. Beberapa narator yang hadir adalah Nurdiansyah, Hakim, Anang Murwanto, Shodiq Syarif, dan M Eksan.

Dalam dialog tersebut terungkap bahwa polemik Pj Bupati Jember sah atau tidak sudah harus segera diakhiri. Dan media juga harus menjembatani proses itu karena masyarakat di tingkat bawah tidak mengerti apa arti Pj, non aktif Bupati, dan kasasi.

Fakta yang terungkap pula bahwa penetapan Pj itu sudah diusulkan rapat Banmus DPRD Tanggal 19 Nopember 2010. Tetapi, memang setelah beberapa pendukung MZA Djalal di parlemen dikumpulkan maka tanggal 23 Nopember 2010, muncul protes dari 29 anggota parlemen pro MZA Djalal untuk mengusulkan nama Pj yakni Sugiarto.

Salah satu redaktur senior Koran Lokal Jember dalam dialog ini, juga melihat fakta bahwa Sugiarto, saat itu sudah ditelpon langsung Gubernur Soekarwo tetapi malah menolak karena sibuk di Sekkab, dan jabatannya rangkap. Itu tidak diperbolehkan dalam aturannya.

Jika sekarang mempersoalkan Pj Bupati, yang ditunjuk Mendagri melalui usulan Gubernur itu sudah tidak relevan diperpanjang. Jika tidak puas, atas putusan itu maka harus menempuh jalur PTUN. Dan itu sudah ditempuh kubu MZA Djalal, menggugat Mendagri dan Gubernur.

“Ini kan perjalanan panjang dari pertarungan politik pasca Pemilukada. Banyak kepentingan yang bertarung. Sehingga APBD menjadi korban. Rakyat tetap jadi korban permainan elit politik. Tidak masuk akal jika seorang kades demo untuk menghambat RAPBD 2011, itu kan sama dengan menghambat pembangunan daerahnya sendiri,” sergah Nurdiansyah, yang memberikan analisa.

Hasil sementara diskusi itu, HMI Cabang Jember perlu mengambil sikap di depan untuk menyelesaikan konflik di DPRD. HMI Cabang Jember juga diperlukan menyikapi perkembangan anomali politik dengan banyak skenario dan kepentingan di balik seteru pro dan kontra RAPBD 2011 ini. HMI juga wajib memikirkan solusi tepat, untuk melakukan komunikasi dengan mayoritas DPRD agar memahami aturan Tata Tertib Perda No 11 Tahun 2010, dan Perda No 16 Tahun 2010 tentang Kode Etik DPRD. “Jika tidak pimpinan bisa mengambil alih dan menyerahkan RAPBD ini ke Gubernur,” tegas Eksan, alumni HMI Cabang Jember yang juga dosen di STAIN Jember. ki

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *