SE Mendagri Malah Menyuburkan Korupsi?

Demo KorupsiMenyimak beberapa pemberitaan di media massa nasional soal Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 555/3032/SJ yang intinya surat itu membatalkan SE Nomor 700/08/SJ, ditengarai malah akan semakin menyuburkan korupsi. Hal ini dikarenakan, SE yang terbaru itu malah menganulir SE sebelumnya yang telah meminta bila sampai batas waktu yang ditetapkan, pimpinan dan anggota DPRD yang belum juga melunasi penyelesaian pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Bantuan Penunjang Operasional (BPO) maka akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum.

SE Mendagri yang baru itu juga dinilai berpotensi merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Di samping itu, surat itu juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Disinyalir, SE Nomor 555/3032/SJ tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.

Adalah Koalisi Gerakan Tuntut Pengembalian Tunjangan (Gugat), yang terdiri dari Indonesia Budget Center (IBC), Initiative Institute, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Transparency International Indonesia (TII) yang menilai SE Mendagri yang baru itu malah akan mengakibatkan kerugian keuangan negara dan menyuburkan korupsi.

Gugat pun kemudian mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur Menteri Dalam Negeri Mardiyanto karena surat edaran (SE) itu dipandang melampaui kewenangannya dan mengantarkan Presiden pada posisi yang berbahaya.

Fahmi Badoh dari ICW membeberkan isi SE Mendagri Nomor 700/08/SJ poin 3 yang menyebutkan, “Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Mendagri Nomor 21 Tahun 2007, pimpinan dan anggota DPRD yang belum juga melunasi penyelesaian pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Bantuan Penunjang Operasional (BPO) akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum.”

Hingga kini banyak anggota DPRD yang belum mengembalikan dana TKI dan BPO ini. PP No 21/2007 mensyaratkan pengembalian paling lambat satu bulan menjelang habis masa jabatan. Jika tidak, anggota DPRD yang belum mengembalikan akan dikenai sanksi pidana. Tetapi, justru di SE Mendagri No 555/2009, sanksi pidana ditiadakan. Ini pelanggaran hukum karena tidak menempatkan SE semestinya.

SE Mendagri itu dinilai melanggar PP No 21/2007, Permendagri No 21/2007, dan UU No 10/2004.

Berdasarkan analisa dari ICW sebagaimana diutarakan Fahmi Badoh, SE Mendagri tidak termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti dimaksud UU No 10/2004. Oleh karenanya SE tidak memiliki kekuatan hukum, apalagi bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Berbicara soal kerugian, SE Mendagri No 555/2009 dapat mengakibatkan negara mengalami kerugian Rp1,4 triliun per tahunnya.  Bila dihitung secara matematis, selama tiga tahun negara berpotensi merugi Rp5,84 triliun. Luar biasa!!!!

SE Mendagri itu juga kontraproduktif dengan misi Presiden SBY dalam memberantas korupsi. Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kesempatan, termasuk sewaktu kampanye, pemberantasan korupsi merupakan hal yang diagungkan oleh SBY.

Entah karena tekanan politik atau kealfaan, tapi yang jelas SE Mendagri tersebut menimbulkan tanya besar. Apalagi nama Mardiyanto merupakan salah satu nama yang digadang masuk dalam kabinet SBY-Boediono 2009-2014.

Kebijakan kontraproduktif dalam hal pemberantasan korupsi sepertinya tidak kali ini saja. Publik tentunya masih ingat ketika ada wacana untuk melakukan supervisi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juga akan dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, meski akhirnya dibatalkan.

Akankah SE Mendagri ini akan diluruskan lagi? Kita tunggu saja.

2 thoughts on “SE Mendagri Malah Menyuburkan Korupsi?”

  1. SE Mendagri n Permendagri lebih sakti lho di daerah di banding perpres atau pp. Menarik kalo ada yang mengkaji SE dan permen terhadap peraturan di atas nya dan potensi penyimpangan nya di lapangan.

  2. Surat Edaran (SE) sejatinya tidak dikenal dalam tata kenegaraan atau tidak masuk dalam tata urutan peraturan perundangan. Lain halnya dengan Peraturan Mendagri, merupakan aturan di bawah peraturan presiden (Perpres). Dengan demikian sebenarnya SE tidak berkekuatan hukum.

    Mungkin, ada teman2 yang Fakultas Hukum atau sedang mengambil Magister Hukum, silahkan kirim analisanya. Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *