Happy ye ye ye happy ya

Happy ye ye ye happy ya…

saya pilih HMI saja

Siang jadi kenangan

Malam jadi impian

Cintaku, semakin mendalam

Happy ya ya ya happy ye…

Aku pilih HMI wae

Awan dadi kenangan

Bengi dadi impian

Tresnaku soyo luwih gedhe

zhafran-ummu zhafran-eyang zhafran
zhafran-ummu zhafran-eyang zhafran

Saya tidak yakin benar, apakah syair lagu di atas masih beredar di kalangan para kader  HMI atau tidak, karena sepengetahuan dan seingat saya, selama kuliah dan berkecimpung di HMI, lagu ini sekalipun tak pernah ‘mampir’ ke telinga saya.

Lagu ini saya kenal jauh sebelum saya menyandang predikat mahasiswa, jauh sebelum saya menginjakkan kaki di kota Jember untuk kuliah, bahkan jauh sebelum saya mengenal suami saya yang saat saya menjadi mahasiswa baru, ia tengah berada di puncak karir sebagai ketua umum komisariat (idiiihh…segitu amat….)

Lagu ini justru menjadi syair pengantar tidur ketika saya, dan saudara saya yang lain masih berada dalam masa kanak-kanak. Yang bersenandung? siapa lagi kalau bukan ibunda tercinta.

Tak perlu dulu paham arti dari tiap syair yang terucap, dari nadanya yang semestinya riang tapi karena ibu yang menyanyikannya mendayu-dayu, kami lebih mudah tertidur. Toh, seiring bergulirnya waktu, kami juga memiliki rasa ingin tau yang besar tentang segala sesuatu, tak terkecuali tentang syair lagu itu dan kesempatan ibu untuk mengawali sebuah cerita panjang yang bersambung hingga kami dewasa pun terbukalah…

“HMI itu organisasi yang menempa ibu menjadi pribadi yang lebih kuat,tangguh, paham aturan main, dan lebih  memahami Islam lebih dalam sewaktu ibu kuliah dulu…”, demikian cerita pembuka yang disampaikan ibu. Selanjutnya, hari demi hari, cerita itu senantiasa berkelanjutan. Saya tak pandai menguraikan setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh ibu saya, dengan gaya bahasanya yang gamblang dan lugas, sebagaimana saya tak pandai bercerita tentang Si Kancil yang Nakal Karena Mencuri Buah Timun atau Jaka Tarub yang mencuri selendang salah satu bidadari yang mandi di sungai.

Secara singkat, yang dapat saya tangkap dari cerita ibu, HMI dulu dengan HMI sekarang memang sudah banyak sekali perubahan. Satu contoh yang paling mendasar, kalau dulu nggak perlu ditanya tentang loyalitas, kesediaan diri masuk HMI secara sadar pun sudah menjadi jaminan kesetiaan, “lha dulu yang dihadapi kan PKI, kalau sudah berangkat ke kampus, nggak tau deh…bisa pulang selamat atau tidak ke rumah…”,begitu kira-kira suasana mencekam yang menggambarkan nuansa keorganisasian HMI di tahun 60-an. Sekarang, sudah melalui latihan kaderpun, tingkat loyalitas masih diragukan. Yah, memang segala sesuatunya kembali pada niat masing-masing pribadi dan akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.

Saya tak berniat menyampaikan apa saja yang telah diceritakan ibu kepada saya tentang HMI, yang ingin saya titik tekankan bahwa sedemikian berpengaruhnya HMI bagi ibu, disadari atau tidak segala sesuatu menjadi perilaku menyeluruh yang kemudian memberi nilai-nilai kehidupan dan pengajaran bagi proses tumbuh kembang kami.

Artinya, berproses di HMI, tidak sekadar mengisi waktu dengan mencari kegiatan yang bermanfaat di organisasi, hanya semasa di bangku kuliah saja. Toh, sebuah keluarga (jika para kader HMI telah menikah kelak) adalah unit organisasi terkecil di dalam masyarakat?! mengajarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan keorganisasian HMI ketika sudah berumah tangga,mengapa tidak?!

Maka, menjadi sangat lucu ketika suatu ketika saya bertemu dengan salah seorang alumni yang sudah lama tak bersua dan sekarang menjadi saudagar bertanya kepada saya, “Apakabar, apa nih kegiatan sekarang?!”, ringan saja saya menjawab, “Ya…nggak jauh-jauh dari para aktivislah…”, eh dia balik berkomentar, “Waduh…dari dulu sampai sekarang masak masih seperti di HMI saja sih…”

Lantas, sesuatu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, tidak dikembangkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, hanya stag setelah menyandang gelar sarjana? apa artinya?!

Dilain kesempatan, ada lagi alumni yang berkomentar “aduh…sudah lama tidak berbicara didepan umum, agak susah nih kalau diminta ceramah…” haduuh…haduuhh…bagaimana ini, mengapa kesuksesan dan kejayaan hanya menjadi milik masa lalu ya…???? Padahal, sepengetahuan saya, kalau sudah ngaku aktivis, kalau sekadar diminta berbicara, kapanpun dan dimanapun mestinya selalu siap. Ya…mudah-mudahan sih hanya segelintir saja, jangan sampai pada umumnya dan sebagian besar kader. Bisa gawat!!!

2 thoughts on “Happy ye ye ye happy ya”

  1. Itu foto zhafran waktu baru lahir beberapa jam :), semoga mengikuti jejak ayah bunda nya, datuk eyang nya menjadi Pejuang Pemikir Islam yang selalu menang :)

  2. Amin… semoga saja :) zhafran besar nanti jadi kader kebanggan HMI…
    Masih kecinya saja sudah senang ikut2 rapat :) Hehehe…

    Alumni mah sekarang banyak yang gak ngaku Mbak..
    Malas berkontribusi, senangnya ngilang2in peran HMI atas kesuksesannya..
    Itu kalo sukses, kalo susah biasanya ngaku HMI.. Wkwkwk.. :)

    Mudah2an kita mah nggak 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *