Sep 012009
 

Ingin rasanya menulis pengalaman-pengalaman yang aku jumpai terkait dengan persoalan kesalahan berpikir atau dalam bahasa kerennya “Fallacy”.

Berawal dari rapat harian di HMI Cabang Surakarta. Ketika ada salah seorang peserta rapat harian mengeluarkan pertanyaannya yang menurutku mengandung unsur fallacy.

Saat itu suasana adu argumen terasa sekali. Orang tersebut berkata, “Terserah kawan-kawan mau memutuskan apa. Yang jelas seperti itu pendapat saya. Tetapi jika keputusan sudah kawan-kawan ambil dan ternyata ada permasalahan dikemudian hari, saya ndak ikut tanggung jawab.”

Mendengar perkataan tersebut, aku langsung berkomentar. Alangkah baiknya jika argumen-argumen atau komentar-komentar yang mengandung unsur fallacy jangan kita bawa-bawa.

Apa yang menimpa kawan tadi, adalah fallacy atau kesalahan berpikir jenis argumentum ad misericordiam. Argumen yang diajukan dengan tujuan membuat takut lawan bicara.

Misalnya: Jika Anda tidak menerima pendapat saja, maka silakan saja tunggu saatnya Anda masuk neraka.

Membuat takut? Kalimat mana yang membuat takut dari pernyataan kawanku tadi?

Tepatnya adalah ketika dia mengatakan “Jika terdapat permasalahan di kemudian hari, saya ndak mau ikut bertanggungjawab.”

Dengan mengeluarkan pernyataan tersebut, bukan lagi argumen logis dan obyektif yang dilihat dan dianalisis oleh lawan bicara, tetapi pernyataan yang membuat takut lawan bicara. Lawan bicara tidak lagi memikirkan argumen obyektif, tetapi dia sibuk memikirkan ketakutan-ketakutan yang dilontarkan oleh kawanku tadi.

Begitulah pengalamanku. Jika ternyata apa yang aku sampaikan ini ternyata salah, mohon maaf. Lagi belajar cuy.

You must log in to post a comment.