Bisa Saja Gatotkaca Menjadi Arjuna

Bagi Fahmi Idris, 57 tahun, kedekatan HMI dengan kekuasaan bukan masalah. Orang pertama Kodel (Kongsi delapan) yang bekas tokoh HMI ini mengatakan organisasi yang pernah turut dibesarkannya itu masih berada pada pakem lama, sesuai dengan misi yang diemban dirumuskan lima puluh tahun lalu. Yaitu mencetak kader-kader pencipta dan pengabdi. Kalau ada orang yang risau dengan sikap HMI itu, kata Fahmi, ini sesuatu yang biasa. “Itu hanya kemauan orang untuk memforsir HMI sesuai dengan keinginannya,” katanya.

Berikut wawancara telepon Edy B dari TEMPO Interaktif dengan Fahmi Idris, mantan Ketua Laskar Arief Rachman Hakim dan tokoh Angkatan 66 yang bicara dengan deras itu, Rabu, 26 Maret 1997.

Kedekatan HMI sekarang ini dengan pemerintah, apakah sudah tepat dengan misi HMI ketika dilahirkan?

Menurut saya tepat saja itu. Dalam pengertian HMI punya cita-cita, kader-kadernya menjadi pencipta dan pengabdi. Jadi dia kreatif dan responsif terhadap perkembangan. Jadi kalau HMI mengadakan kegiatan dan mampu, itu cocok saja.

Responsif berarti kritis?

Iya, itu merupakan bagian dari independensi HMI. Saya menafsirkan dari kata pencipta dan pengabdi itu begitu. Jadi tidak dalam pengertian pasif. Tetapi mengkuti perkembangan sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya.

Bagaimana dengan anggapan HMI sekarang kurang kritis dibanding organisasi kemahasiswaan lainnya?

Barangkali itu berkaitan dengan kondisi sosial politik. Karena HMI tidak bisa menjadi pemberang terus menerus. Atau menjadi kritis tanpa alasan. Seringkali masyarakat menghendaki seseorang berperan terus menerus berada di sebelah kanan atau di sebelah kiri terus, tanpa melihat perkembangan-perkembangan yang harus diberi respon sesuai dengan perkembangannya. Karena sering kali masyarakat memvonis, tidak bisa Gatotkaca berperan sebagai Arjuna. Masyarakat kita ini pasif karena terikat simbol-simbol.

Pengabdian HMI melewati dinamika politik yang berkembang menjadikan HMI mengabdi kepada struktur yang ada sekarang ini mengingat banyak kadernya di struktur politik?

Bukan itu. Tujuan HMI yang dirumuskan pada tahun 1947 ialah melahirkan kader-kader yang bisa mencipta dan mengabdi sesuai dengan syariah, seorang pengabdi yang bernafaskan Islam. Itu sejak dulu, sejak didirikan. Bukan mengabdi yang sekarang.

Jadi karena sekarang ini banyak alumni HMI yang menjadi elite pemerintah?

Itulah, masyarakat kita terikat pada simbol. Masyarakat kita ini masyarakat yang fanatik dan tidak dinamis. Dia tidak bisa melihat perkembangan memungkinan Gatot Kaca sebagai Arjuna. Bukankah simbol-simbol itu juga diciptakan oleh masyarakat sendiri. Seperti pada tahun 1945, masyarakat yang berjuang. Pada tahun sekian persepsi masyarakatnya juga berkembang. Tidak semua orang HMI ada pada kekuasaan.

Mengapa pemerintah berkepentingan terhadap HMI?

Di mana pun pemerintah itu butuh organisasi yang besar dan solid.

Apakah ini manuver HMI menjelang pemilu?

Manuver apa. HMI tetap kritis.

Contohnya?

Kritik itu terus menerus kami lakukan. Sudah banyak juga yang sudah dilakukan HMI. Jangan dipengaruhi pandangan masyarakat yang tanpa selidik.

Jadi kondisi HMI sekarang ini seperti apa?

Sesuai dengan yang dicita-citakannya. Tidak ada perubahan dari HMI. Kelainan itu datang dari orang yang menghendaki Gatot Kaca itu terbang terus menerus. Padahal itu ‘kan dongeng. Tidak bisa dong hidup dalam dongeng. HMI terus merespon situasi yang berkembang. Tidak bisa HMI mengambil sikap seperti pada tahun 1947. Ketika itu Bangsa Indonesia masih menghadapi penjajah Belanda. Kalau masyarakat menghendaki HMI terus seperti itu, maka HMI tidak berkembang dong! Atau masyarakat tidak bisa menghendaki HMI seperti pada tahun 1965-1966, ketika situasinya begitu. Sekarang ini bisa tidak masyarakat melihat HMI tahun 1990-an di mana situasinya berbeda? Memang ada kelemahan dan ada kemajuan. Yang menjadi pertanyaan, apakah HMI dapat merespon kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya?

Bagaimana dengan anggapan HMI itu besar karena banyak alumninya yang menjadi menteri?

Saya kira itu keliru. ‘Kan banyak varian yang lain. Karena yang di kekuasaan itu juga sejumlah individu.

Ada kader HMI yang berada di luar kekuasaan?

Banyak, kader HMI yang berada di luar kekuasaan dan bentrok dengan kekuasaan. Ridwan Saidi itu HMI, Dahlan Ranuwihardja itu HMI. Dawam Rahardjo itu, jadi jangan melihat HMI hanya Beddu Amang (Kabulog). HMI juga harus dilihat dari banyak variannya. Berapa banyak yang seperti mereka. Dan ketika HMI memberikan kritik kepada kekuasaan, orang tidak melihat.

Dibanding figur kepemimpinan sebelumnya seperti Nurcholis Madjid, HMI sekarang ini cenderung menurun semangat intelektualitasnya. Apakah memang organisasi HMI cenderung dipengaruhi pemimpinnya?

Saya tidak mengatakan itu. Kalau dikembalikan kepada tujuannya yaitu bisa mencipta dan mengabdi yang sesuai dengan nafas Islam.

Kalau ada kritik dari ormas lain seperti kelompok Cipayung yang menginginkan HMI dapat terus bergabung untuk menyikapi masalah kebangsaan, sebagai gerakan moral bukan gerakan politik?

Biasa saja. HMI dari dulu selalu dibegitukan karena mereka tidak paham. Mereka hanya mau memforsir kemauan mereka. Dari dulu HMI selalu sendirian. Kalau sekarang ini HMI ditinggal, itu sesuatu yang dinamis dari masyarakat muda saja. Saya mengalami ketika dulu HMI dipencilkan. Itu bukan kejadian yang pertama. Ini konsekuensi dari organisasi yang independen.

Termasuk ketika tidak bergabung dalam Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia, FKPI?

Iya, itu bentuk independensi. Ketika HMI melawan Soekarno dan melawan PKI itu bentuk independensi dan lebih berat dulu dari sekarang. HMI dulu sendirian, menghadapi rombongan seperti GMNI itu sudah dari dulu. Dan itu biasa saja karena itu menunjukan suatu keberanian. Kenapa harus khawatir berbeda, baik yang dari sudut kanan maupun dari sudut kiri. Ketika kami berbeda di sudut kanan lantas kami dianggap di sudut kiri. Begitu kami di sudut kiri, kami dianggap anti sudut kanan. Itu yang independen karena tidak seimbang.

Tidak takut dikucilkan?

Kenapa takut?! Dari dulu saya sendirian di kampus. Saya dikeroyok ramai-ramai bukan oleh organisasi kemahasiswaan, oleh partai PNI rame-rame. Tidak apa-apa itu, sepanjang yang kami rumuskan itu suatu sikap yang kami yakini benar, walau kemudian menimbulkan reaksi seperti itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *